Fathul Bari
Kalimantan Timur, khususnya Kampung Teluk Kadere di Bontang, memiliki keanekaragaman hayati yang kaya, termasuk sumber daya laut yang melimpah. Salah satu potensi yang belum sepenuhnya dimanfaatkan adalah rumput laut, yang dapat dijadikan bioetanol sebagai bahan bakar alternatif untuk mesin perahu. Transformasi energi dari sumber daya alam ini menjadi solusi yang berkelanjutan untuk mendukung kegiatan nelayan lokal serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil.
Menurut laporan US EPA pada tahun 2020, sector transportasi (dalam hal ini kendaraan bermotor, perahu, kereta dan moda transportasi lain) menyumbang 29% dari total emisi gas hasil pembakaran dari seluruh aspek kehidupan. Kampung yang terletak di atas air laut ini memiliki kekayaan hayati berupa rumput laut. Rumput laut terhampar luas di laut tidak terhitung jumlahnya. Namun pemanfaatan rumput laut di kampung ini terbilang jauh dari kata maksimal.Â
Di kampung Teluk Kadere saat ini hanya terdapat seorang pengusaha yang memiliki tambak rumput laut dengan kapasitas produksi sejumlah 500 kg sampai dengan 1 ton rumput laut dalam sekali proses panen yang biasa dilakukan sebulan sekali. Bioethanol yang dihasilkan nantinya dapat digunakan sebagai campuran bensin premium sebagai bahan bakar mesin perahun sehingga tercipta swasembada energi di kampung Teluk Kadere (Alit, 2021).
Rumput laut merupakan salah satu komoditas perairan yang memiliki pertumbuhan pesat dan mudah dibudidayakan. Wilayah Teluk Kadere, banyak masyarakat yang telah beralih dari kegiatan tangkap ikan tradisional ke budidaya rumput laut, yang terbukti lebih menguntungkan dan ramah lingkungan.Â
Rumput laut dapat diolah menjadi bioetanol melalui proses fermentasi. Proses ini memanfaatkan enzim dan mikroorganisme untuk mengubah karbohidrat yang terdapat dalam rumput laut menjadi etanol. Bioetanol yang dihasilkan tidak hanya dapat digunakan sebagai bahan bakar perahu, tetapi juga dapat dipasarkan untuk keperluan industri dan rumah tangga.
Penggunaan bioethanol memiliki manfaat diantaranya : mengurangi impor BBM, mengurangi polusi udara karena pembakaran bioethanol lebih bersih daripada bahan bakar fosil, mengatasi permasalahan kelangkaan BBM dan mesin kendaraan yang menggunakan campuran bioethanol akan bekerja lebih bagus dibandingkan mesin kendaraan yang menggunakan bahan bakar tanpa campuran bioethanol.Â
Syarat yang harus dipenuhi dalam pencampuran bioethanol ke dalam bahan bakar adalah campuran tersebut harus memiliki tingkat pemurnian 99%-99,5% yang berarti tidak ada kandungan zat pengotor lainnya.Â
Klasifikasi bioethanol dibedakan menjadi 4, yaitu bioethanol generasi 1 (G1) berbahan dasar pati atau gula, bioethanol generasi 2 (G2) berbahan dasar biomassa lignoselulosa, bioethanol generasi 3 (G3) berbahan dasar mikroalga maupun mikroalga dan bioethanol generasi 4 (G4) yang dihasilkan dari biomassa atau oleh mikroba yang telah mengalami proses modifikasi genetika (Alit, 2021).
Penggunaan bioetanol dari rumput laut sebagai bahan bakar mesin perahu memberikan sejumlah manfaat. Pertama, bioetanol merupakan sumber energi terbarukan yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Pembakaran bioetanol menghasilkan emisi karbon dioksida yang lebih rendah, sehingga membantu mengurangi dampak perubahan iklim. Selain itu, pemanfaatan rumput laut juga berkontribusi pada pelestarian ekosistem laut dengan mengurangi eksploitasi terhadap sumber daya ikan yang sering dilakukan oleh nelayan.