Fathul Bari
Jalan raya selama ini identik dengan kemacetan, polusi, dan bahan bakar fosil. Namun, di tengah tantangan energi yang kian mendesak, para ilmuwan dan insinyur telah mulai melihat jalan raya dari sudut pandang berbeda. Aspal, material yang lazim digunakan untuk membangun jalan raya, kini dianggap memiliki potensi sebagai sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan. Teknologi dan inovasi memungkinkan kita untuk mengeksplorasi bagaimana jalan raya bisa menjadi bagian dari solusi energi berkelanjutan.
Â
Potensi Energi Panas dari Aspal
Salah satu sifat utama aspal adalah kemampuannya menyerap panas. Aspal, memliliki permukaannya yang gelap, sehingga aspal dapat mencapai suhu yang sangat tinggi di bawah sinar matahari. Fenomena ini membuka peluang besar untuk memanfaatkan energi panas yang tersimpan di permukaan jalan raya. Teknologi yang disebut "aspal surya" atau solar roadway dirancang untuk menangkap energi panas tersebut dan mengubahnya menjadi listrik.
Berdasarkan data yang dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia memiliki angka pertumbuhan kendaraan bermotor yang termasuk sangat tinggi setiap tahunnya. Jumlah kendaraan kendaraan bermotor di Indonesia berkisar antara 5-6% per tahun dengan rata-rata sebesar 6,135%. Tentunya, dari tingginya angka pertumbuhan kendaraan bermotor ini bisa dibayangkan pula besarnya tingkat mobilitas masyarakat Indonesia. Berdasarkan Outlook Energi Indonesia 2019 oleh Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (KESDM), dapat dilihat bahwa permintaan energi di Indonesia akan semakin meningkat setiap tahunnya (Saputra, 2021).
Pada dasarnya, teknologi ini bekerja dengan memasang sistem pipa atau jaringan di bawah permukaan aspal yang dapat mengalirkan cairan untuk menyerap panas. Panas yang terkumpul kemudian digunakan untuk memanaskan air, menghasilkan uap yang dapat memutar turbin untuk menghasilkan listrik. Sehingga dengan demikian, jalan raya tidak hanya menjadi infrastruktur transportasi, tetapi juga pembangkit energi yang berkelanjutan.
Setiap kendaraan tentunya memerlukan konsumsi energi untuk menggerakkan mesin dan melepas energinya dalam bentuk lain. Sebagian dari energi yang dilepaskan ini nantinya akan berupa energi mekanik yang mengalir ke jalan raya. Faktanya, terdapat setidaknya 15-21% energi yang ditrasnfer dari roda kendaraan ke jalan raya. Tingginya angka transfer energi tersebut juga berarti bahwa sebagian besar energi mekanik yang di transfer ke jalan raya itu terbuang sia-sia tanpa digunakan dan diolah dengan baik. Padahal, bukan tidak mungkin jika jalan raya bisa membuat energi yang tidak terpakai tersebut melalui teknologi khusus yang bisa mengumpulkan dan mengonversi energi mekani dari kendaran menjadi energi listrik. Teknologi ini disebut sebagai perangkat Road Pavement Energy Harvesting (RPEH) (Saputra, 2021).
      Selanjutnya penerapan kasus yang berhubungan dengan output dari material piezoelektrik. Material piezoelektrik bisa menghasilkan output energi listrik hingga 1,9x106 J (Cao et al dalam Saputra, 2021). Energi yang dihasilkan ini setara dengan energi yang dibutuhkan oleh 35 hanpdhone dengan kapasitas baterai sebesar 3000 mAh. Tetapi, tidak menutup kemungkinan bahwa energi yang dihasilkan piezoelektrik akan menjadi lebih besar, mengingat output energi dari material ini bergantung pada kondisi jalan raya. Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya output yang dihasilkan oleh material piezoelektrik ini adalah tingginya volume kendaraan dalam suatu jalan raya. Semakin besar volume kendaraan, maka semakin besar pula energi yang dapat dihasilkan oleh material piezoelektrik (Saputra, 2021).
Â
Teknologi Pembangkit Listrik Piezoelektrik