Syekh Mutawalli As-Sya'rawy pernah berkata: "Seburuk-buruk manusia adalah orang yang tidak pernah punya musuh". Kenapa? Orang hanya akan mendapatkan musuh jika keberadaannya sudah dianggap mengancam eksistensi orang atau kelompok lain.Â
Orang yang keberadaannya dianggap tidak ada, tidak akan pernah punya musuh. Lihat saja, mana ada orang tidur dimusuhi orang lain (kecuali oleh istrinya hehe...). Semakin tinggi peran sosial seseorang akan semakin kuat angin menerpanya. Dan semakin luas perubahan yang dilakukan akan semakin besar pula resistensinya. Itulah hukum alam dan hukum sosial yang akan berlaku hingga kiamat.
Pada dasarnya status seseorang dapat dilihat dari respon masyarakat terhadap perubahan yang dilakukannya. Pertama, status diabaikan. Pada status ini masyarakat tidak memperhatikan keberadaannya, karena tidak ada ide, gagasan, inovasi dan perubahan yang perlu dikhawatirkan darinya. Inilah sebenarnya fase yang paling menyakitkan. adanya seperti tidak adanya, wujuduhu ka 'adamihi.Â
Fase ini pasti dialami oleh agen perubahan manapun, dari Nabi Adam A.S sampai Nabi Muhammad SAW bahkan hingga Gus Miftah. Pada saat beliau memulai dakwahnya dari bar ke bar, diskotik ke diskotik masyarakat cenderung mengabaikannya karena menganggap ide, gagasan dan inovasi dakwahnya adalah sesuatu yang biasa dan tidak penting.
Kedua, status ditertawakan. Pada fase ini masyarakat sudah mulai memberikan perhatian terhadap gagasan dan inovasinya, tapi memandangnya sebagai sesuatu yang tidak umum, aneh dan menggelikan. Pejuang dengan tekad yang kuat akan merespon tertawaan dengan santai, tetap tenang dan tersenyum sembari memperkuat gerakan dan gagasannya.
Ketiga, status dikritik. Di fase ini masyarakat semakin perhatian terhadap gerakan dan inovasinya, tapi masih memandang dari sudut pandang lama bahwa kehadiran ide, gagasan dan inovasi baru sebagai ancaman. Pada posisi ini seorang pejuang akan menghadapi resistensi yang luar biasa, cercaan akan datang dari berbagai arah. Pro dan kontra sudah mulai bermunculan.Â
Dari pihak 'musuh' akan terus mencari celah untuk menjatuhkannya. Pejuang sejati tidak akan membiarkan dirinya jatuh sembari terus memperbaiki dan memperkuat gagasan dan inovasinya dengan menularkan pada masyarakat luas.
Keempat, status diterima. Jika upaya diatas terus dilakukan maka akan menghantarkannya pada status berikutnya, yaitu diterima. Pada fase ini masyarakat sudah memahami dan merasakan manfaat serta meyakini kebenaran yang dibawanya. Ketika berada posisi inilah godaan akan datang, banyak pihak mencoba merangkul dan menghegemoni langkah-langkahnya.Â
Banyaknya penerimaan masyarakat kadang membuatnya terlena bahwa kelompok kontra akan terus mengintil langkah-langkahnya. Kesalahan sekecil apapun dapat menjadi senjata yang akan menghacurkan langkah-langkahnya.
Itulah yang saya cermati dari gerakan Gus Miftah. Beliau memulai dakwahnya dari kelompok masyarakat 'bar-bar' dengan pola dakwah khasnya. Tentu saja berdakwah di kalangan mereka harus menyesuaikan dengan keadaan disana, mulai dari penampilan fisiknya dan retorika yang digunakan.Â
Bagi masyarakat Jawa Timur lebih-lebih dikalangan 'bar-bar' menggunakan candaan dan guyonan dengan kata goblok dan jancuk menunjukkan kedekatan psikologis dan kekeluargaan. Berbeda dengan masyarakat Jawa Tengah, Jogja dan Jawa Barat.