Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pojok Jakarta : Indahnya Berbagi

11 Januari 2010   11:38 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:31 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kisah nyata ini dialami oleh kedua orang rekan saya. Peristiwa ini terjadi sekira 3 tahun yang lalu. Setiap hari libur seringkali rekan-rekan saya satu komunitas melakukan perjalanan. Biasanya kami yang memang terdiri dari para penggemar fotografi memanfaatkannya juga untuk mencari obyek yang menarik. Waktu itu dua rekan saya tengah hunting foto di sekitar stasiun Depok.

Seperti biasa mereka berjalan kaki menelusuri jalan rel dan mencari obyek yang dianggap menarik di sekitar sana. Biasanya kami berjalan mulai dari pagi hingga jelang sore hari.

Mereka terus berjalan hingga menemukan sebuah pemukiman kumuh. Di sana mereka masuk dan berjalan diantara gubuk-gubuk liar tersebut. Di saat asyik-asyiknya mengambil gambar cuaca yang memang sudah mendung tiba-tiba turun hujan dan cukup lebat. Mereka berlarian mencari tempat berteduh seadanya.

Ketika tengah berteduh dari sebuah gubuk ada seorang anak kecil berteriak menyapa mereka. Ia mendatangi mereka dan menyampaikan pesan ayahnya agar kedua orang teman saya ini masuk saja kedalam gubuknya. Agar tidak basah kuyup oleh hujan.

Maka masuklah kedua orang rekan saya ini. Di dalam gubuk yang jauh dari kata layak huni ini teman saya disambut oleh Ayah bocah kecil tersebut. Setelah keduanya masuk si bocah kecil atas perintah Ayahnya tiba-tiba saja keluar dan tak lama kemudian membawa dua bungkus kopi panas yang diwadahi plastik.

“Maaf mas adanya cuma ini,” kata sang Ayah.

Kedua orang rekan saya sambil menahan haru menerima sajian dari pemilik gubuk reot tersebut. Kejadian yang menggetarkan hati rekan saya. Satu minggu setelah kejadian tersebut rekan-rekan saya patungan membeli sembako dan kembali berkunjung ke gubuk tersebut dan memberikan sembako tersebut kepada pemilik gubuk.

Jika mereka yang serba kekurangan saja semangat berbaginya begitu tinggi lalu bagaimana dengan kita yang diberi segala kemudahan dan kecukupan?

Tulungagung, 11 Januari 2009

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun