Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Naik Kereta Api Tut Tut Tut Siapa Hendak Turut...

13 Mei 2010   12:36 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:14 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_140104" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption] “Keretanya bukan seperti kemarin. Sekarang dingin sekali. Ada tivi, kloset seperti punya Opa,” ujar gadis kecil berusia sekira 3 hingga 4 tahunan. Cerita gadis kecil kepada kakek melalui telepon genggam ibunya mengawali perjalanan saya dengan kereta api Gajayana menuju kampung halaman.

Bagi warga pendatang seperti saya, Kereta Api saat ini menjadi sarana transportasi yang menjadi andalan. Terlebih lagi letak kota asal yang dilewati jalur kereta api dan tersedia kereta apidari Jakarta menuju kota kecil di pesisir Selatan Jawa Timur, Tulungagung. Sebenarnya bisa juga naik bus namun bus tujuan kota saya berangkat terlalu awal sekira jam 14.00 sedangkan jika naik pesawat selain tak ada bandara juga tak kalah ribet. Memilih pesawat artinya saya turun di Jogja, Malang, Solo atau Surabaya dan harus sambung menyambung dengan angkutan lain seperti bis atau kereta.

[caption id="attachment_140105" align="alignright" width="300" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Ada beberapa kereta dengan berbagai kelas yang bisa dipilih jika ingin menuju Tulungagung. Mulai dari kelas Ekonomi ada kereta api Matarmaja berangkat dari stasiun Pasar Senen. Di kelas bisnis ada kereta api Senja Kediri berangkat dari Pasar Senen pukul 15.00. Sedangkan di kelas Eksekutif ada kereta Api Gajayana dan Bangunkarta. Namun untuk kereta api Bangunkarta hanya sampai Jombang saja melanjutkan ke Tulungagung bisa menunggu kereta Rapih Dhaha dari Surabaya tujuan Tulungagung atau naik bus. Selain itu ada kereta Api Malabar namun harus menuju Bandung dulu. Kereta Malabar memiliki kelas mulai dari ekonomi, bisnis hingga eksekutif.

Kali ini saya memilih kereta api kelas Eksekutif Gajayana. Terakhir saya naik kereta ini sewaktu liburan lebaran tahun lalu. Kereta api ini berangkat dari stasiun Gambir pukul 17.30 dan sesuai jadwal yang tertera di tiket pukul 06.15.

Pertama kali masuk gerbong Gajayana saya merasa ada sesuatu yang baru. Ternyata setelah saya amati tampilan dalam gerbong mirip dengan pesawat. Tempat duduk dengan jarak lebih lapang, ada colokan listrik di setiap deret bangku, jendela yang menyerupai pesawat. Tak hanya itu saja tempat menaruh barang bawaan di atas juga menyerupai cabin pesawat. Selepas lebaran tahun lalu gerbong Gajayana yang lama sudah tidak digunakan dan diganti gerbong ini. Gerbong lama digunakan kereta api eksekutif Bangynkarta.

Saya mendapat tempat duduk di gerbong 4 nomor kursi 7D. Seharusnya duduk di pinggir memberi kesan lega dan nyaman untuk beristirahat. Namun ternyata seringkali harapan tak seperti kenyataan. Saya sebangku dengan seorang seorang lelaki usianya mungkin 4 tahun diatas saya dengan istri dan 3 orang anak yang masih kecil. Mereka memesan kursi di samping saya dan depan.

Memudahkan mengawasi putra-putrinya bangku depan sayapun diputar sehingga posisi menjadi hadap-hadapan layaknya kereta kelas ekonomi. Sang istri di depan saya dengan anak kecilnya dan sang suami di samping saya. Saya terhimpit di pojok. Alih-alih bisa bersantai saya kurang nyaman karena tak bisa membiarkan kaki saya selonjor. Namun terkadang kita memang dituntut mengalah dan berempati dengan orang lain.

Mereka membawa berbagai perlengkapan. Maklumlah anak terkecil mereka masih bayi. Nampaknya mereka tinggal di Timika dan bagi anak-anak mereka baru pertama kali naik kereta api kelas eksekutif. “Keretanya bukan seperti kemarin. Sekarang dingin sekali. Ada tivi, kloset seperti punya Opa,” ujar putri kecil mereka yang usianya mungkin baru 3 atau 4 tahun.

Sepanjang perjalanan seperti yang saya duga cukup susah saya memejamkan mata. Saya hanya membolak-balikkan badan namun mata susah terpejam. Apalagi perut mulai keroncongan karena belum makan malam. Meskipun sebenarnya saya bisa memesan namun dengan posisi seperti ini nampaknya cukup susah. Setelah beberapa lama akhirnya saya bisa terpejam meskipun hanya sekejap dan terbangun ketika ada pengumuman dari bagian informasi kereta ini menyediakan locker atau kotak khusus untuk penitipan kamera, laptop dan barang yang berharga lain.

Bagi yang ingin menitipkan barang bisa menuju gerbong restorasi yang terletak antara gerbong 5 dan 6.

Tak mau kecolongan dan liburan buyar gara-gara kecurian sayapun menuju gerbong restorasi. Sambil melepas kebosanan dan meluruskan badan yang pegal-pegal. Disana saya disambut oleh petugas dan melayani dengan baik. Menunjukkan tempat dan menunggu petugas yang membawa kuncinya. Setelah sesaat menunggu petugas berseragam hitam merah itupun membuka kotak besi tempat penitipan. Setelah mencatat informasi penting saya diberi secarik kertas untuk mengambil barang titipan saya.

Di dekat tempat penitipan adalah kereta makan. Aji mumpung karena perut saya memang telah keroncongan saya memesan mie rebus telur dan teh manis. Saya mengambil tempat di salah satu bangku kosong diantara penumpang lain yang tengah menikmati hidangan sambil berkaraoke lagu-lagu campursari. Saya dikepung suara berisik dan asap rokok yang mengepul memenuhi gerbong makan.

Mungkin karena lapar ketika semangkok mie rebus telur tiba di meja langsung saja saya menyantapnya. Meskipun masih panas dengan uap yang mengepul tak butuh waktu lama melahapnya. Makan malam itu akhirnya saya tutup dengan segelas teh manis yang panas. Dengan kondisi perut kenyang meskipun posisi duduk kurang enak saya akhirnya bisa terlelap dalam perjalanan panjang menuju kota tercinta, Tulungagung.

Setelah cukup lama terlelap saya bangun ketika Kereta tiba di stasiun Madiun. Begitu kereta berhenti penjual nasi pecel langsung mendekati pintu dan menawarkan jualannya. Sayapun tergoda untuk membeli. Setelah cuci muka dan sekedar merapikan diri saya turun membeli air mineral dan sebungkus nasi pecel yang murah meriah. Nasi pecel yang masih hangat tersebut dijual seharga Rp.3000,-. Porsinya tak banyak memang dan sangat sederhana namun cukup untuk sarapan pagi.

[caption id="attachment_140106" align="aligncenter" width="300" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Waktu terus berjalan dan matahari mulai meninggi ketika kereta mendekati stasiun Kertosono. Sayapun bergegas mengambil barang yang saya titipkan. Penitipan tersebut ternyata gratis dan barang saya laptop dan kamera SLR bisa selamat meskipun saya terlelap sepanjang perjalanan.

[caption id="attachment_140175" align="aligncenter" width="500" caption="doc.Fathoni Arief"][/caption]

Dari tahun ke tahun menjadi pengguna kereta api sebenarnya sudah cukup lumayan utamanya akhir-akhir ini. Namun tentunya saya punya harapan besar fasilitas dan perkembangan perkeretaapian negeri ini bisa mengejar ketertinggalannya dibanding negara lain. Jika sekarang kereta Gajayana menjadi andalan saya semoga suatu saat ada kereta mirip Sinkanshen yang melayani jalur sepanjang pulau Jawa. Siapa tahu berharap boleh saja kan!

Catatan dari Gerbong KA Gajayana

Tulungagung 13 Mei 2010

Fathoni Arief

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun