Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Jejak Sang Pemburu Missing Link, Eugene Dubois

23 April 2010   16:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:37 13188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

[caption id="attachment_125389" align="aligncenter" width="500" caption="Temuan Eugene Dubois di trinil yang dia yakini sebagai Pithecantropus Erectus sumber : http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Pithecanthropus_erectus-PeterMaas_Naturalis.jpg"][/caption]

Selama ini kebanyakan dari kita mengenal Belanda sebagai negeri yang menguasai teknologi keairan, konstruksi,ataupun arsitektur. Di banyak tempat kita bisa melihat berbagai peninggalan mulai dari stasiun, bendungan, gereja yang hingga sekarang masih berdiri kokoh. Ternyata selain itu ada banyak hal yang dikuasai mereka. Salah satunya keilmuan dalam bidang arkeologi dan paleontologi. Banyak diantara candi-candi terungkap keberadaanya berkat mereka. Tentunya kita juga tak asing dengan nama Trinil, Sangiran, Wajak.

Terkait dengan kontribusi ilmuwan Belanda dalam bidang Paleontologi saya ingin bercerita tentang satu lokasi di Tulungagung bagian Selatan. Di sana Februari lalu sekelompok peneliti yang tergabung dalam Kelompok Kajian Sejarah dan Sosial Budaya (KS2B) Tulungagung menemukan jejak manusia purba. Melalui sebuah penelusuran di Dusun Mbolu, Desa Ngepo, Kecamatan Tanggunggunung, Kabupaten Tulungagung mereka menemukan sampah dapur atau Kjokken Moddinger. Setidaknya ada 41 fosil yang diduga tulang, 24 fosil terumbu karang dan 92 fosil gastropoda terdiri dari siput, cangkang kerang, keong dan tiram. Usia benda-benda prasejarah tersebut menurut penuturan ketua KS2B Triyono dikutip dari situs okezone.com ( 26 Februari 2010), antara 20.000 hingga 40.000 tahun.

Upaya penelusuran jejak manusia purba di Selatan Tulungagung tersebut mengingatkan lagi pada peristiwa lebih dari seabad lalu. Eugene Dubois, seorang ahli Paleontology asal Belanda lebih dari seabad lalu melakukan kegiatan serupa. Dubois bahkan pernah menghabiskan 5 tahun tinggal di kota yang dulu masih merupakan wilayah karesidenan Kediri dalam upayanya mencari mata rantai yang hilang (Missing link ) antara manusia kera dengan manusia modern saat iniberdasar teori Darwin yang diyakininya.

Perburuan Mencari “Missing Link”

Eugene Dubois memang terlahir di saat yang tepat terkait dengan pilihan hidup yang dijalaninya. Terlahir di tahun 1858, delapan belas bulan setelah penemuan fosil di lembah Neandertal dan setahun sebelum terbitnya the origin of Species karya Charles Darwin. Dubois pun tumbuh menjadi pengikut teori Darwin dan memiliki obsesi menemukan missink link dari teori evolusi Darwin.Mencari spesies penghubung evolusi dari kera hingga menjadi manusia.

Perburuan Dubois dimulai tahun 1887. Dubois berhenti dari Universitas tempat dia bekerja bergabung di kesatuan militer sebagai dokter.Banyak yang menganggap gila keputusannya. Ternyata ini bukanlah tanpa alasan dengan bergabung menjadi anggota militer ia masuk ke wilayah Hindia Belanda dengan biaya minim. Hindia Belanda oleh ilmuwan waktu itu dianggap sebagai lokasi tepat berburu fosil manusia. Dubois dengan istri dan anak-anaknya menuju Hindia Belanda.

Sumatera menjadi tempat perburuan pertama Dubois. Namun ternyata ia tidak menemukan apa yang ia cari. Dua tahun kemudian ia mengalihkan penelusurannya ke Jawa. Berawal dari pesan sahabatnya seorang Insinyur tambang bernama Von Rietschoten.

Rietschoten setahun sebelumnya, 24 Oktober 1888 menemukan bagian dari tengkorak manusia yang membatu. Karena menganggapnya unik ia mengirim fosil tersebut kepada CP Sluiter yang merupakan kurator dari Koninklijke Natuurkundige Vereeniging (Perkumpulan Ahli Ilmu Alam).

Dalam buku The Man Who Found the Missing Link karyaPat Sifman, seorang paleontologist asal Amerika Serikat, menulis kisah perjalanan Dubois. (Sifman pernah berkunjung ke daerah-daerah dimana Dubois tinggal di kabupaten Tulungagung. Dari buku tersebut diceritakan setelah mendapatkan fosil tersebut dari Sluiter, Dubois memutuskan tinggal di Tulungagung untuk melakukan penelusuran lebih lanjut. Dubois menyewa sebuah rumah di Penampihan lereng Gunung Wilis. Lokasi yang sekarang ini masuk wilayah Kecamatan Sendang.

Dubois melakukan penyisiran dan pencarian di lokasi fosil ditemukan. Ia mendapatkan berbagai temuan berupa sisa fosil berbagai jenis reptil dan mamalia. Ia juga menemukan fosil tengkorak manusia namun kondisinya tidak seutuh temuan Rietschoten. Fosil yang dia sebut sebagai Homo Wajakensis.

Dubois belum puas dengan temuan itu. Ia melanjutkan ekspedisinya. Dia berpindah ke berbagai tempat di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Akhirnya dia memusatkan risetnya di lembah Bengawan Solo dekat Trinil. Di lokasi ini ia mendapat begitu banyak temuan fosil. Dubois menemukan fosil Pithecanthropus Erectus terdiri dari tempurung tengkorak, tulang paha atas dan tiga giginya saja.

Tahun 1895 Dubois balik ke Eropa. Perjalanan jauhnya dari Belanda ke Jawa membuahkan hasil meskipun ia berkorban cukup banyak untuk itu. Dia kehilangan seorang anaknya dan beberapa kali maut hampir merenggut nyawanya mulai dari terserang malaria, diserang harimau hingga terkena reruntuhan dinding goa.

Sesampainya di Eropa ia mencoba mempublikasikan temuannya dari satu Universitas ke Universitas lain. Ada yang menerima namun banyak yang menyangsikan. Alasan yang mereka berikan diantaranya tulang dan tengkorak yang ditemukan Dubois bisa saja bukan dari bagian yang sama jadi kurang belum bisa memberikan gambaran yang kuat.

Dubois tak kehilangan akal. Dalam usahanya memberi gambaran bentuk manusia jawa temuannya ia menemukan teori baru. Dia menyimpulkan ada hubungan antara ukuran otak dan tubuh dari beberapa binatang bisa diprediksikan. Penemuan yang sempat menarik perhatian kalangan ilmuwan hingga beberapa dekade setelah kematiannya. Dubois menjadi sosok penting dalam ilmu Biologi dan Paleontologi.

Misteri Homo Wajakensis

Lalu bagaimana dengan temuan tengkorak manusia Wadjak yang justru ditemukan sebelum Pithecantropus Erectus? Ceritanya seolah lenyap hingga Tahun 1914 Dubois meniliti kembali. Apalagi setelah Pithecanthropus Erectus temuannya diterima sebagai sebuah transisi, meskipun banyak juga yang menentang.

Bertahun-tahun kemudian cerita tentang penelusuran manusia purba di Tulungagung bagian selatan tak pernah terdengar. Cerita yang ada hanya sebatas pelajaran sejarah yang didengar siswa sekolah. Begitupula lokasi-lokasi pasti Dubois pernah melakukan penelusuran. Tidak ada penanda yang jelas berbeda dengan bekas temuannya di daerah Trinil tempat ditemukannya Pithecantropus Erectus. Disana ada sebuah prasasti tertulis "P.e.—175 M.ONO—1891/93". Kurang lebih itu adalah informasi mengenai tahun penelitian dan titik penemuan dari prasasti.

Ian.T.Taylor, seorang peneliti dan penulis yang tinggal di Toronto, dalam bukunya In the Minds of Men : Darwin and the New World Order, mengatakan sebenarnya Dubois tak pernah memberi laporan yang jelas mengenai penemuannya di Wajak.Bahkan sebagian besar tetap tersembunyi di rumahnya. Satu alasan manusia Wajak ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pitecantropus namun sudah berbentuk menyerupai manusia. Jika ini tersebar ada satu ketakutan hal itu bisa merusak klaim dubois bahwa Pitecantropus sebagai missink link dari teori Darwin. Dengan kata lain, karena jelas bahwa manusia sejati adalah yang hidup pada saat yang sama menurut catatan geologi, maka manusia Jawa tidak bisa telah bentuk awal transisi antara kera dan manusia. Mungkin itulah Dubois bahkan tak rela jejaknya terendus. Lokasi yang sebenarnya keberadaan secara pasti samar-samar.

Setelah lama tak terdengar kini wilayah tersebut mencuat kembali dengan penemuan berbagai macam jenis fosil. Perlu waktu satu abad untuk menunggu penemuan berikutnya. Jika benar dari zaman 20.000-40.000 menguatkan dugaan adanya sekelompok manusia purba yang berusia lebih tua dari Homo Wajakensis yang hidup 15.000 tahun sebelum Masehi. Apapun hasil penelusuran lebih lanjut menarik untuk diikuti. Jika saja dulu Von Rietschoten tak berinisiatif menyerahkan fosil temuannya dan Dubois tak meneliti belum tentu daerah ini tercatat dalam sejarah ilmu Paleontologi. Dubois apapun kontroversi yang pernah ada tetap menarik untuk dikaji segala temuannya. Tentunya di negeri asalnya sudah muncul Eugene Dobois baru yang siap menguak misteri lain yang belum terungkap terkait sejarah peradaban manusia.

Fathoni Arief

Referensi :

1.Biographies: Eugene Dubois (Link),

2.Was Java Man a gibbon?(Link),

3.Creationist Arguments: Java Man (Link),

4.In the Minds of Men : Darwin and the New World Order by Ian T. Taylor, (Link)

5.Link

6.Link

7.Chasing Dubois's Ghost by Pat Shipman (Link)

8.Ratusan Fosil Purba Ditemukan Di Tulungagung (Link),

9.Link

10.Manusia Jawa (Link)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun