Selepas sholat Jumat kami tak langsung meninggalkan Masjid ini. Kami mencari tempat yang agak enak untuk sekedar istirahat sejenak tiduran meski hanya setengah jam hingga sejam. Rencananya kami bakal menuju jembatan yang terletak tak jauh dari pusat kecamatan Bayah. Dari jembatan tersebut kami bisa melihat perahu nelayan yang berjajar di pinggir sungai dan bersiap melaut.
Keputusan kami untuk istirahat sejenak di emperan masjid mempertemukan kami dengan seorang tukang bersih-bersih masjid. Bapak yang usianya di angka 50 tahunan tersebut sebenarnya juga bukan orang asli daerah sini. Kisah masa lalunya yang pahit membawanya tiba di masjid ini untuk menghapus segala kesalahan di masa lalu.
Sambil istirahat kami banyak mendengar pelajaran hidup dari sang bapak. Entah kenapa terbersit ide untuk bermalam di masjid ini. Selain mencari tempat penginapan yang gratis kami masih ingin mendengar cerita dari si Bapak. “Kalau kalian mau bermalam di sini silahkan!” kata si bapak.
Kami benar-benar mempertimbangkan tawaran si bapak. Setelah berunding sejenak kami memutuskan jika memungkinkan nanti bakal menginap di masjid ini. Namun kami masih akan melanjutkan jalan-jalan kami menelusuri Bayah mencari sesuatu yang kami anggap menarik untuk diabadikan kamera digital kami.
Setelah merasa cukup fit dan segar kembali kamipun berkemas dan melanjutkan perjalanan. Sebenarnya si Bapak juga menawari kami untuk menitipkan barang-barang kami yang sekiranya bisa ditinggal. Namun karena alasan belum pasti bakal menginap akhirnya kami menolak tawaran tersebut.
Perlahan kamipun melangkahkan kaki. Kami mengambil jalan pintas sebuah jalan kecil dekat kantor polisi. Baru sekian ratus melangkah saya disuguhi pemandangan yang sudah sangat lama tidak saya jumpai. Nampak beberapa orang sedang menggembala kerbau. Kerbau yang ada bukan Cuma satu atau dua namun hingga puluhan. Saya perkirakan jumlahnya sekitar 30an. Sayapun berandai-andai. Seandainya punya kerbau sebanyak itu.
Sudah begitu lama saya tak melihat kerbau dilepas dengan begitu bebasnya. Saya kembali diingatkan dengan masa kecil. Dulu saya sering menjumpai kawanan kerbau yang tengah di gembala di pinggiran sungai sekira 3 kilometer dari rumah saya. Dulu seringkali setiap sore saya diajak melewati sungai itu oleh Bapak dan melihat kerbau-kerbau yang tengah digembalakan. Namun kini sepertinya saya tak menjumpainya lagi.
Kami terus melangkah. Kembali kami disuguhi sesuatu yang menarik. Di pinggir pantai kami saksikan sekelompok orang tengah mengambil pasi. Pasir-pasir tersebut kemudian mereka letakan di semacam tempat berbentu papan yang diletakkan miring dan dialiri dengan air dari selang-selang berukuran besar yang disedot dengan menggunakan mesin disel. Mereka tak hanya terdiri dari satu kelompok. Ada beberapa kelompok.
Ternyata mereka tengah menambang emas. Diantara pasir-pasir tersebut mengandung butiran-butiran emas. Menurut penuturan salah satu dari mereka butiran emas tersebut sisa limbah tailing dari penambangan emas di daerah Cikotok.
Melihat kami datang dengan kamera rupanya salah seorang dari mereka hanya tersenyum saja. Menurutnya sudah sering wartawan dari berbagai media baik cetak maupun elektronik menangkat kegiatan mereka. Ternyata hasil dari menambang emas ini cukup lumayan juga. Jika tengah beruntung reratanya mereka bisa mendapatkan hingga 1 gram emas. Kalau dijual mereka satu kelompok bisa mendapatkan duit Rp. 300.000,-. Dari penuturan mereka emas yang mereka hasilkan kategorinya cukup bagus. Kadar emasnya hingga 60 persen.
Bersambung
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H