Mohon tunggu...
Fathoni Arief
Fathoni Arief Mohon Tunggu... Penulis - Rakyat biasa

Hadir dan Mengalir (WS.Rendra)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bencana di Pagi Buta

8 November 2010   06:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:46 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_74384" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana Jalan Kaliurang Km.10 sesaat setelah merapi meletus lagi/ doc.Fathoni Arief"][/caption]

Malam itu tidur lelap saya terhenti, ketika tiba-tiba saja saya merasakan sesak nafas dan  suasana gelap gulita akibat padamnya listrik. Saya langsung saja bangkit mencari sedikit cahaya dengan membuka jendela kamar yang tak jauh dari tempat tidur. Ternyata diluar saya mencium bau belerang. Terdengar suara seperti hujan yang jatuh di atap rumah.

Seperti yang saya duga, Merapi meletus lagi. Suara mirip hujan air itu ternyata butiran-butiran pasir yang menimpa atap rumah. Saat itu suasana masih sunyi, saya membangunkan istri dan bapak mertua sudah berteriak-teriak agar kami keluar berada di teras rumah. Meskipun jarak merapi berkisar 20 km dari tempat kami, rasa was-was akan ancaman bahaya muncul juga. Untuk sekedar berjaga-jaga, saya meminta istri bersiap-siap, ganti baju dan semua memakai masker. Tetangga terdekat kami juga nampak kebingungan, tak tahu apa yang harus dilakukan. Erupsi malam ini memang terasa lebih mengerikan dari peristiwa seminggu sebelumnya. Bunyi gemuruh dari merapi terdengar bertubi-tubi seiring dengan turunya hujan pasir.

1289198880572325310
1289198880572325310
Sebenarnya terlintas niat untuk ikut turun, namun satu-satunya kendaraan yang ada hanyalah sepeda motor. Itu berarti mertua yang keduanya sudah sepuh tak bisa kami bawa akhirnya kami memutuskan tetap tinggal dirumah, memantau dari teras meski tetap bersiap akan kemungkinan buruk yang mungkin terjadi. Apalagi kami mendapat kabar jalan Kaliurang macet parah karena pengungsian besar-besaran dari penduduk yang tinbggal di Km atas dan yang sebelumnya sudah menempati barak pengungsian. Perasaan saya sedikit tenang setelah turun hujan air. Turunya hujan air mengurangi debu yang membuat sesak pernafasan. Setelah menunggu beberapa saat hujan air reda. Memantau keadaan saya bersama istri berjalan melihat suasana jalan Kaliurang Km 10. Dari atas masih banyak kendaraan yang turun kebawah dan beberapa kali nampak  ambulan dengan sirine meraung-raung yang membuat suasana mencekam. Nampak pula beberapa pengungsi dengan sepeda motor istirahat di emperan toko dan ternyata masjid di dekat rumah saya telah dipenuhi pengungsi dari atas. Suasana sudah semakin tenang, namun saya masih belum tahu kondisi seperti apa yang terjadi. Listrik padam sehingga kami tak bisa memantau perkembangan dari televisi. Untung saja masih tersisa batterai dari netbook sehingga saya bisa mengkases internet walaupun susah sekali mendapatkan koneksi. Namun  berita yang saya cari tidaklah ada.
12891989041558198962
12891989041558198962
Saya baru mendapatkan info mencengangkan mengenai apa yang terjadi dan jumlah korban jelang subuh melalui jejaring sosial facebook. Menggunakan hp istri yang membaca info seorang teman ternyata puluhan orang tewas tersapu awan panas malam itu dan ratusa lain luka-luka. Sekali lagi saya mengalami saat-saat mendebarkan di Yogyakarta ini. Semoga saja bencana yang memeras banyak air mata ini bisa lekas usai... Mohon doa untuk keselamatan warga DIY dan sekitarnya khususnya korban letusan gunung Merapi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun