sekitar tiga minggu sebelum penempatan, ketua pelaksana pengabdian saya pernah berseru dalam sebuah pembekalan.
"Belajar makan apa aja yang ada di rumah, tidak usah banyak minta."Â
saya yang sembari makan siang, mendengarnya bak api yang dinaikkan suhunya untuk membentuk lebih bengkok lagi sebuah baja.
rumus itu benar. kehidupan Cijakimah dan Jakarta 180 derajat berbeda. kadang kalau malam, kami suka berjenaka ria.
"Re, mau nitip apa ke depan? nasi goreng atau kebab?"
"itu, d'crepes aja. sama mcd paket panas 1".Â
Ya walaupun tahu, jangankan McDonald's. untuk ke warung dalam satu kampung saja harus terjun. makanya kami sebut /warjun/, alias /warung/ /terjun/.
tidak apa, sebulan di sini terasa menenangkan. setidaknya saya tidak merasa dikejar-kejar, atau mesti berlomba demi kefanaan. apapun yang ada dimakan, apapun yang tidak ada ya tidak dicari— kecuali ilmu.
saya sebagai orang betawi asli akhirnya senang. memiliki /kampung/ yang sebenar-benarnya /kampung/. nanti saya akan main-main lagi, pasti!
Cijakimah, 5 Feb 2021
03:49
#30HariMengabdi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H