Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pajak yang dikenakan atas setiap transaksi jual beli jasa atau barang kena pajak. Yang wajib menyetorkan dan melaporkan PPN ini adalah para pedagang. Namun secara teknis, PPN adalah pajak yang dibayar oleh konsumen akhir saat membeli barang atau jasa.
PPN sendiri di Indonesia memiliki banyak fungsi, salah satu fungsi utama PPN adalah sebagai sumber penerimaan negara yang memiliki peran signifikan. Dana yang diperoleh dari PPN ini digunakan untuk mendanai keberlangsungan sebuah negara, seperti pembangunan, infrastruktur, pendidikan, dan lainnya. PPN juga dapat digunakan oleh pemerintah untuk membuat sebuah kebijakan yang berkaitan dengan stabilisasi harga. Kebijakan ini nantinya dapat membantu mengendalikan inflasi, sehingga perekonomian negara berjalan stabil.
Mulai 1 Januari 2025, pemerintah Indonesia merencanakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%. kenaikan PPN menjadi 12% memiliki dampak luas yang perlu diperhatikan. Alasan utama pemerintah menaikkan PPN adalah untuk meningkatkan penerimaan negara dan mengurangi defisit anggaran. Pemerintah juga mengklaim bahwa kenaikan PPN menjadi 12% ini memiliki manfaat jangka panjang untuk membangun infrastruktur,program kesejahteraan sosial, dan mendukung stabilitas fiskal. Menurut Pakar Ekonomi Universitas Airlangga (UNAIR), Prof. Dr. Sri Herianingrum, S.E. M.Si. menyatakan bahwa kenaikan pajak akan meningkatkan pendapatan pemerintah. Namun, dibalik tujuan fiskal tersebut, ada dampak yang perlu dicermati, terutama bagi kelompok tertentu seperti kaum perempuan dan kaum dengan penghasilan rendah. Bagaimana kenaikan PPN ini dapat mempengaruhi perempuan, baik sebagai konsumen, pekerja, maupun pelaku usaha?
Beban Ekonomi Rumah Tangga
Perempuan kerap kali memegang peranan utama dalam mengelola keuangan rumah tangga, mulai dari membeli kebutuhan pokok hingga memastikan kebutuhan keluarga terpenuhi. Kenaikan PPN ini berpotensi menaikkan harga kebutuhan pokok seperti bahan makanan, pakaian, dan kebutuhan sehari-hari. Menurut Prof. Dr. Sri Herianingrum, seperti yang dimuat dalam UNAIR NEWS, dimana terjadi kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng. Hal ini dapat memberikan tekanan ekstra, terutama bagi golongan menengah kebawah yang merasakan dampaknya secara langsung.
Tantangan bagi Perempuan sebagai Pelaku Usaha
Banyak perempuan yang terjun sebagai pelaku usaha untuk mendukung perekonomian keluarga. Dengan kenaikan PPN ini dapat meningkatkan biaya operasional, mulai dari bahan baku hingga layanan-layanan yang diperlukan. Dengan daya beli masyarakat yang cenderung menurun dikarenakan kenaikan harga, para pelaku usaha termasuk perempuan memiliki potensi untuk gulung tikar.
Perempuan sebagai Pekerja
Perempuan yang bekerja pada sektor formal juga beresiko mengalami tekanan tambahan. Perempuan yang bekerja dengan pendapatan tetap atau terbatas mungkin harus mengalokasikan lebih banyak penghasilannya untuk kebutuhan pokok sehari-harinya dikarenakan adanya kenaikan biaya untuk barang-barang pokok. Hal ini dapat menyulitkan mereka menyisihkan sebagian uangnya untuk menabung dan berinvestasi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H