Istirahatlah Kata-Kata: Sebuah Ode untuk Penyair Perlawanan, Wiji Thukul
Istirahatlah Kata-Kata, sebuah film drama biografi Indonesia tahun 2016 yang disutradarai oleh Yosep Anggi Noen, mengisahkan perjalanan hidup penyair aktivis, Wiji Thukul, di masa Orde Baru. Film ini tak hanya menghadirkan kisah hidup Wiji Thukul yang penuh gejolak, tetapi juga menjadi refleksi atas realitas sosial dan politik Indonesia di era tersebut.
Lebih dari Sekedar Film Biografi Istirahatlah Kata-Kata bukan sekadar film biografi biasa yang menelusuri garis waktu kehidupan Wiji Thukul. Film ini menyelami lebih dalam pergolakan batin sang penyair, mulai dari keresahannya terhadap ketidakadilan sosial hingga perjuangannya dalam menyuarakan aspirasi rakyat melalui puisi-puisinya yang tajam dan membakar semangat.
Sosok Wiji Thukul yang Kompleks
Film ini menampilkan Gunawan Maryanto sebagai Wiji Thukul yang tampil memukau. Ia berhasil memerankan sosok Wiji Thukul dengan penuh penghayatan, menghadirkan kompleksitas karakter sang penyair, mulai dari sisi idealismenya yang kuat, sisi romantisnya sebagai suami dan ayah, hingga kerentanannya sebagai manusia biasa yang dihadapkan pada berbagai rintangan dan tekanan.
di awal film sudah sangat bisa di jelaskan bahwa para aktivis perjuangan selalu menyuarakan kebenaran dan sangat jelas masa orde baru sangatlah banyak kesenjangan dan pelanggaran HAM, bisa dilihat di awal tayangan film, sang istri wiji thukul bersiul lagu darah juang yang berarti tentang peristiwa ketidakadilan yang di lakukan penguasa kepada rakyat biasa, dan juga penekanan pihak penegak hukum terhadap keluarga Wiji Thukul dengan  memberikan tindak pemaksaan kepada anak dari Wiji Thukul, di cuplikan film tersebut juga memberitahukan bahwa mengintimidasi sudah menjadi hal yang bisa dilakukan aparat penegak hukum pada masa orde baru  sampai sekarang.
*REZIM INI KAN BANGSAT MAIN DOR!DOR!DOR!, TANPA PENGADILAN* ~Wiji Thukul
dan Wiji Thukul juga termasuk dalam daftar pencarian orang oada masa itu hanya karna membuat puisi dan syair untuk menyinggung para penguasa, hingga sampai jumpa waktu Wiji Thukul mengadingkan diri ke Pontianak dan berkata
dari udara
sama di hirup