Mohon tunggu...
Fathi Rafi
Fathi Rafi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis/santri tebuireng

Membaca/mandiri/keagamaan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Gus Miftah dan Pedagang Es: Adab dan Etika

4 Desember 2024   18:31 Diperbarui: 4 Desember 2024   18:35 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Radar Jogja

Penceramah sekaligus utusan khusus presiden bidang kerukunan beragama dan pembinaan sarana keagamaan, Gus Miftah menjadi sorotan. Pasalnya dalam vidio yang beredar Gus miftah sedang mengisi suatu kajian di magelang, jawa tengah. Disela sela itu, ada seorang penjual es teh dan air mineral yang sedang membawa dagangannya.

Dalam Keterangan Vidio yang beredar bahwa jamaah berteriak untuk meminta memberong dagangannya kepada Gus Miftah namun tanggapan dari Gus Miftah membuat kontroversi dari berbagai kalangan dan mengecam akan ucapannya.

"Es tehmu sih akeh (masih banyak) enggak? ya sana jual go*lok."

Masyarakat mengecam adab Gus Miftah. Mereka menyebutnya sosoknya tak cocok menjadi seorang yang mengaku ahli agama dan utusan presiden.

Dalam kasus ini perlu diingat alangkahnya mereka tokoh agama atau siapapun yang memiliki nama terpandang tak terkecuali masyarakat biasa untuk menjaga sikap dan adabnya. Sebab kenapa, karena hal yang seperti ini sering dianggap remeh namun berdampak yang sangat luar biasa. Seperti bullying, kenapa pembulian di Indonesia sering terjadi dan dianggap hal yang lumrah karena dalam kebiasaan kita dalam bersosial tindakan atau ucapan kasar kepada seseorang adalah hal yang dianggap remeh dan itu terkadang dilakukan oleh orang-orang yang memiliki panggung dan haus akan validasi bahwa tindakan yang diperbuatnya benar.

Dalam momen ini pula pedagang es yang berada di tempat tersebut juga memiliki kesalahan. Kenapa waktu dimana jama'ah sedang mengikuti kajian bapak pedagang ini berdiri di tengah-tengah jama'ah dan berjualan yang sontak membuta jama'ah terganggu. Ya, memang bapak tersebut ingin mencari nafkah melalui dagangannya akan tetapi, haruskah berada ditengah-tengah jama'ah yang sedang mengikuti kajian. 

Situasi ini jangan sampai timbul perpecahan dan tuduhan negatif terhadap gelar "Gus" yang dapat berakibat pada pondok pesantren yang pengasuhnya adalah anak kyai. Momen ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa ucapan atau lisan harus dijaga dan semua perbuatan kita harus sesuai dengan etika yang ada. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun