Mohon tunggu...
Fathin Muwaffaq
Fathin Muwaffaq Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dialektika Pancasila: Mungurai Tantangan Pendidikan Karakter Bangsa

27 Desember 2024   19:41 Diperbarui: 27 Desember 2024   19:11 17
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penulis 1 : Fathin Muwaffaq

Penulis 2 : Dr. Dinie Anggraeni Dewi, M.Pd., M.H.

Pancasila, sebagai ideologi dan dasar negara Indonesia, telah menjadi landasan dalam membangun bangsa yang berkarakter dan beradab. Namun, di era modern ini, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter generasi muda menghadapi berbagai tantangan. Pendidikan Pancasila yang seharusnya menjadi alat untuk memperkuat moral bangsa justru sering kali terjebak dalam pendekatan teori semata. Akibatnya, nilai-nilai Pancasila tidak terinternalisasi secara mendalam dalam kehidupan sehari-hari siswa, menciptakan kesenjangan antara pembelajaran dan implementasi nyata. Tantangan-tantangan ini menjadi sorotan penting bagi dunia pendidikan di Indonesia, yang membutuhkan langkah strategis untuk memastikan Pancasila tetap relevan dalam membentuk karakter generasi penerus bangsa.

Salah satu masalah utama dalam pendidikan Pancasila adalah minimnya implementasi nilai-nilai luhur ini dalam kehidupan nyata. Banyak siswa yang hanya memahami Pancasila sebatas pada hafalan dan teori yang diajarkan di kelas tanpa memahami esensi nilai-nilai tersebut. Sebagai contoh, nilai toleransi sering kali hanya dibahas dalam buku pelajaran, namun jarang diterapkan dalam interaksi sosial siswa di sekolah. Fenomena ini menunjukkan bahwa pendidikan Pancasila masih bersifat parsial dan belum mampu menjadi bagian integral dalam pembentukan karakter siswa. Hal ini diperparah oleh minimnya kegiatan yang mampu menjembatani teori dengan praktik, seperti dialog lintas agama, kerja sama lintas budaya, atau kegiatan sosial berbasis gotong royong.

Selain itu, tantangan lain datang dari pengaruh globalisasi yang semakin masif. Era digital telah membuka akses luas terhadap budaya global yang, meskipun membawa manfaat, juga menghadirkan ancaman terhadap nilai-nilai lokal, termasuk Pancasila. Nilai-nilai seperti individualisme dan materialisme yang banyak diadopsi dari budaya luar sering kali bertentangan dengan prinsip-prinsip kebersamaan dan gotong royong dalam Pancasila. Generasi muda yang aktif menggunakan media sosial sering kali lebih terpengaruh oleh tren global daripada nilai-nilai kebangsaan yang diajarkan di sekolah. Dampaknya, banyak siswa yang merasa bahwa nilai-nilai Pancasila tidak lagi relevan dengan kehidupan modern mereka, menciptakan jarak antara ideologi bangsa dan realitas keseharian mereka.

Masalah lain yang perlu diperhatikan adalah metode pengajaran pendidikan Pancasila yang cenderung monoton dan kurang inovatif. Banyak guru yang masih mengandalkan metode ceramah sebagai pendekatan utama dalam mengajar Pancasila. Sementara itu, siswa zaman sekarang lebih tertarik dengan metode pembelajaran yang interaktif dan kreatif. Ketiadaan pendekatan yang menarik ini menyebabkan siswa kehilangan minat dalam mempelajari Pancasila. Padahal, pendidikan Pancasila memiliki potensi besar untuk menjadi mata pelajaran yang relevan jika diajarkan dengan pendekatan yang lebih kontekstual dan melibatkan siswa secara aktif.

Untuk mengatasi tantanga ini, berbagai solusi strategis dapat diterapkan dalam pendidikan Pancasila. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan adalah penerapan metode pembelajaran berbasis proyek atau project-based learning. Melalui pendekatan ini, siswa diajak untuk mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila dalam kegiatan nyata, seperti bakti sosial, proyek pelestarian lingkungan, atau dialog lintas budaya. Kegiatan semacam ini tidak hanya membantu siswa memahami Pancasila secara lebih mendalam, tetapi juga memberikan mereka pengalaman langsung dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu, integrasi teknologi dalam pembelajaran Pancasila juga menjadi solusi yang relevan di era digital. Guru dapat memanfaatkan media digital, seperti aplikasi pendidikan, video animasi, atau game edukasi, untuk menyampaikan nilai-nilai Pancasila dengan cara yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa. Teknologi juga dapat digunakan untuk menghubungkan siswa dari berbagai latar belakang budaya dan agama melalui platform diskusi online yang mengedepankan nilai-nilai persatuan dan toleransi. Dengan cara ini, siswa tidak hanya belajar teori, tetapi juga menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam interaksi digital mereka.

Kolaborasi antara sekolah dan komunitas lokal juga merupakan langkah penting dalam menghidupkan nilai-nilai Pancasila di masyarakat. Sekolah dapat bekerja sama dengan tokoh masyarakat atau organisasi lokal untuk mengadakan kegiatan yang melibatkan siswa dalam upaya membangun kebersamaan dan gotong royong. Misalnya, siswa dapat dilibatkan dalam kegiatan membersihkan lingkungan, membangun fasilitas umum, atau membantu masyarakat yang membutuhkan. Kegiatan semacam ini tidak hanya memperkuat rasa kebersamaan, tetapi juga mengajarkan siswa pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam menciptakan harmoni sosial.

Pendidikan Pancasila juga harus disesuaikan dengan kebutuhan generasi muda agar tetap relevan. Salah satu caranya adalah dengan mengaitkan nilai-nilai Pancasila dengan isu-isu global yang menjadi perhatian siswa, seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, atau keadilan sosial. Dengan cara ini, siswa dapat melihat bahwa nilai-nilai Pancasila tidak hanya relevan di tingkat nasional, tetapi juga memiliki signifikansi dalam konteks global.

Namun, upaya untuk memperbaiki pendidikan Pancasila tidak dapat dilakukan secara parsial. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, guru, dan masyarakat, untuk memastikan bahwa nilai-nilai Pancasila dapat diinternalisasi secara efektif oleh generasi muda. Pemerintah, misalnya, dapat memberikan pelatihan kepada guru untuk mengembangkan metode pengajaran yang inovatif dan kontekstual. Selain itu, kurikulum pendidikan juga perlu diperbarui agar lebih relevan dengan kebutuhan siswa di era modern.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun