Mohon tunggu...
Fathi Nashrullah
Fathi Nashrullah Mohon Tunggu... karyawan swasta -

menulis untuk berbagi, mengenal, menebar kebaikan, dan memperbanyak kawan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kangar, A Pleasant City

7 Desember 2009   08:33 Diperbarui: 26 Juni 2015   19:02 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kangar adalah kota kecil. Susah mencari padanannya di tanah air. Luas kotanya barangkali hanya sebesar beberapa kecamatan di Kota Bandung yang dijadikan satu. Bahkan Negeri Perlis secara keseluruhannya saja tak sampai seluas Kabupaten Bandung. Kalau Kabupaten Bandung luasnya mencapai lebih dari 3000 km persegi, maka Perlis hanya 810 km persegi saja. Benar-benar sangat kecil.

Tetapi kecilnya kota bukan berarti kota ini tertinggal. Fasilitas umum dibangun pemerintah dengan cukup baik. Sepanjang yang saya lihat, sarana umum tersedia memadai. Sekolah dibangun sangat besar, karenanya tidak banyak sekolah di sini. Satu-satunya rumah sakit juga nampaknya memiliki sarana yang lengkap. Luasnya kira-kira seluas rumah sakit Dustira Cimahi. Taman-taman kota juga ditata dengan indah. Tapi saya heran, taman kota sedemikian luasnya, sementara penduduknya sedikit sekali. Makanya taman-taman tersebut nyaris tidak pernah seramai lapangan gasibu Bandung di hari Minggu.

Jalan-jalan kota dibangun cukup lebar. Terlalu lebar, kalau kita bandingkan dengan jumlah penduduknya. Tapi jalan yang lebar dan licin ini hampir tidak pernah ramai. Paling-paling di pagi hari saja ketika orang-orang mengantar anak-anak pergi sekolah. Selebihnya, mungkin tidak berbeda dengan ramainya jalan Kebon Kopi dekat rumah di Bandung.

Satu-satunya fasilitas yang buruk di sini adalah transportsi umum. Anda jangan membandingkan dengan Kuala Lumpur atau Penang yang fasilitas transportasi umumnya baik. Di sini, sama sekali tidak ada angkutan umum selain taksi (kereta sewa) yang tarifnya tidak jelas (tidak pakai argo). Tapi cukup dimaklumi, mengingat setiap keluarga di sini memiliki mobil. Bahkan sangat banyak yang memiliki lebih dari satu. Tidak semua dari mereka tidak menyimpan mobilnya di garasi atau halaman rumah, tapi banyak yang hanya memarkirnya di pinggir jalan saja.

Di sini, hampir tidak ada rumah yang memiliki garasi. Mungkin karena memang sangat aman, sehingga kita tidak perlu takut kehilangan kendaraan. Benar-benar aman. Anda tidak perlu takut kehilangan sepatu ketika jumatan. Padahal tidak ada tempat penitipan sepatu masjid manapun di sini. Anda juga tidak perlu takut dijambret di jalan. Yang naik motor pun sangat sedikit. Sepertinya penduduk di sini makmur semua. Saya sampai sekarang masih bertanya-tanya dalam hati, kerja apa mereka semua sampai bisa makmur begini?

Kangar benar-benar nyaman untuk studi. Kita tidak perlu dibisingkan dengan orang kebut-kebutan di siang dan malam hari, tidak perlu dipusingkan dengan jalanan yang macet, tidak perlu tergoda untuk datang ke mal-mal, tidak perlu berhasrat nonton film di bioskop, karena semua itu tidak ada. Di sini, yang ada adalah bukit-bukit batu yang tinggi nan terjal yang menantang untuk didaki, sawah-sawah kering yang tidak ditanami selain di musim hujan saja (rata-rata sekali setahun, benar2 tidak produktif) atau pasar malam seminggu sekali di dekat stadion. Pasar harian tidak banyak. Sepanjang yang saya amati, baru dapat dua buah saja. Memang ada supermarket, tapi kira-kira hanya sebesar Superindo Cimahi. Benar-benar sepi.

Yang jadi masalah adalah ketika anda ingin jalan-jalan dan ingin makan. Seperti tadi sudah saya sebutkan, tak ada public transport di sini. Kita hanya memiliki tiga opsi saja, pertama jalan kaki, kedua minta dianter sama yang punya kendaraan, ketiga naik School Bus. Atau bisa juga alternatif keempat, beli kendaraan anda sendiri. Anda ingin makan? Ingat, ini bukan Bandung yang makanannya unik-unik dan sangat banyak lokasi dan jenisnya. Di Kangar, memang cita rasanya menarik, tetapi tidak di semua tempat ada orang berjualan makanan. Hanya di tempat2 tertentu saja. Mungkin pada hari-hari tertentu anda harus berjalan satu hingga dua kilo meter dari tempat tinggal anda untuk mendapatkan orang yang berjualan makanan. Aturan berbisnis di sini memang ketat. Tidak semua orang bisa buka warung untuk berjualan, kecuali sudah mengurus perizinannya terlebih dahulu.

Budaya Melayu di sini masih terasa kental. Kita akan sulit menemukan wanita Melayu dewasa yang tidak mengenakan penutup kepala. Kita juga tidak jarang menemukan pemuda-pemudi pacaran di jalan-jalan, apalagi sampai boncengan pakai motor sambil pelukan, seperti yang sangat lazim terjadi di Kota Bandung. Kalau ada laki-laki dan perempuan jalan bareng, hampir bisa dipastikan bahwa mereka adalah keluarga, bisa suami-istri, bisa kakak-adik. Hanya ada dua macam wanita di sini yang berani menggunakan celana pendek: pertama wanita China, kedua mahasiswi Indonesia. (ck... ck... ck...)

Kangar memang kota kecil. Tapi bukan berarti kota ini sulit diakses. Anda bisa mencapai kota ini hanya dengan waktu 7 jam saja dengan menggunakan bus dari Kuala Lumpur. Atau bisa lebih cepat jika menggunakan pesawat hingga Alor Star, Kedah. Jika anda ke Penang dahulu, anda hanya memerlukan waktu 3 jam. Tapi waktu yang lebih lama akan diperlukan untuk perjalanan dari Kuala Lumpur jika anda menggunakan train. Kabarnya mencapai 12 jam. Itupun tidak sampai di Kangar, tapi di Arau, tetangga Kangar. Tapi katanya sih trainnya nyaman. Lebih nyaman dari Argo series di Indonesia. Anda juga bisa mencapai kota ini lewat Langkawi. Pelabuhan (Jetty) Perlis dapat ditempuh kurang dari satu jam perjalanan dari pelabuhan Langkawi.

Bahasa Melayu di sini sudah berubah cukup aneh. Orang Indonesia yang baru saja datang, tidak akan bisa mengikutinya. Wajar saja, orang Malaysia sendiri (yang dari daerah lebih selatan) juga tidak paham, apalagi orang Indonesia. Tapi biasanya, jika kita berbicara dalam bahasa Indonesia yang baku, mereka paham.

Malaysia memang aneh. Negeri dengan penduduk campuran 3 ras utama: Melayu, China, dan India. Kesemuanya memang membaur menjadi masyarakat majemuk. Tapi jangan bayangkan seperti menyatunya orang Sunda, Betawi, Batak, Minang, dan Jawa. Sangat berbeda sekali. Tetap terasa gap di antara mereka. Bahkan saya cenderung merasa, ini seperti api dalam sekam, yang sewaktu-waktu bisa meledak kapan saja. Semoga saja saya salah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun