Talenta bawaan, bisa mati jika tidak diasah.
Sejak saya masih kecil, saya sudah sangat mengagumi aktivitas menggambar. Mulai dari sebelum memasuki taman kanak- kanak, yang saya lakukan hanya mencoret-coret di atas suatu bidang, entah itu kertas, tembok, bahkan rok yang saya pakai saat itu.
Orang bilang, saya punya kemampuan ini sejak kecil. Dan saya rasa cukup benar. Saya terlahir di keluarga yang beberapa anggotanya pandai menggambar. Kakek dan paman menyimpan banyak sekali lukisan di rumah, ibu saya seorang guru tk yang pandai menggambar, sedangkan kakak perempuan saya selalu mendapat nilai A saat tugas menggambar.
Akan tetapi, mereka tidak begitu memperdulikan hal tersebut. Bahkan mereka hanya menganggapnya sekadar "kemampuan" atau "bisa" saja, dan hanya digunakan saat dibutuhkan.
Tapi saya tidak, saat usia menginjak lima tahun, saya ingin diikutkan dalam kursus menggambar. Orang tua juga mendukung. Dan hal ini terus berlanjut hingga saat ini.
Saat sekolah dasar, pihak sekolah sering mendaftarkan saya pada pameran kaligrafi di daerah. Saat SMP, saya dua kali menjuarai lomba melukis. Begitu juga saat SMA, saya sering menjuarai lomba komik strip, word art, kaligrafi, dll.
Mengapa hal- hal tersebut dapat terjadi?
Tidak lain dan tidak bukan adalah karena setiap hari saya selalu mengasahnya. Pada saat masih bersekolah, saya sangat produktif. Mengikuti lomba sana-sini, setiap hari saya tidak bisa lepas dari pensil dan bulpoin.
Namun, saat memasuki jenjang perkuliahan, perlahan-lahan, kemampuan saya kian menipis. Karena menggambar sudah bukan prioritas pertama saya lagi. Hanya sekadar hobi, yang juga akan terlupakan jika saya mengutamakan pekerjaan lain.
Untuk orang tua yang sedang menghadapi anak-anak yang memiliki talenta bawaan serta minat dalam hal-hal semacam ini, ada beberapa tips.
Yang mana, hal ini saya bahas karena teringat oleh pertanyaan dari salah satu warga twitter,