Mohon tunggu...
Fathimma Azzahra Adyta Putri
Fathimma Azzahra Adyta Putri Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - pelajar

saya adalah pelajar yang produktif

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pancasila sebagai Darul Ahda wa Syahadah

26 September 2024   18:53 Diperbarui: 26 September 2024   18:56 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

  Pancasila, sebagai dasar negara Republik Indonesia, merupakan pilar utama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi Muhammadiyah, Pancasila memiliki makna yang lebih mendalam. Pada Muktamar Muhammadiyah ke-47 tahun 2015 di Makassar, organisasi Islam terbesar kedua di Indonesia ini memposisikan Pancasila sebagai  Darul Ahdi wa al-Syahadah, yang berarti "negara kesepakatan dan persaksian". Dalam artikel ini, kita akan menjelajahi makna dan implikasi konsep ini dalam konteks kebangsaan dan keislaman di Indonesia.

  Sejarah dan Makna Darul Ahdi wa Syahadah
Konsep Darul Ahdi wa al-Syahadah berasal dari pemahaman bahwa Pancasila merupakan hasil kesepakatan tokoh-tokoh agama, khususnya Islam, seperti Bagus Hadikusumo, Kasman Singodimedjo, dan Wahid Hasyim. Mereka berunding untuk mencari titik temu agar Pancasila dapat diterima baik oleh kalangan Islam maupun nasionalis. Dengan demikian, Darul Ahdi wa al-Syahadah dapat dipandang sebagai hadiah dari umat beragama, khususnya umat Muslim, kepada bangsa Indonesia.

  Konsep ini lahir dari Muktamar Muhammadiyah ke-47 pada tahun 2015 di Makassar. Istilah ini terdiri dari dua kata: "Darul Ahdi" dan "Darul Syahadah." "Darul Ahdi" berarti negara kesepakatan, sedangkan "Darul Syahadah" berarti negara persaksian.

  Darul Ahdi mengacu pada Pancasila sebagai hasil musyawarah dan kesepakatan dari seluruh anak bangsa tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang. Ini menunjukkan bahwa Pancasila bukan hanya sebagai dasar negara, tetapi juga sebagai pedoman hidup yang melibatkan seluruh masyarakat dalam menciptakan kesepakatan dan konsensus.

  Darul Syahadah, di sisi lain, mengandung makna bahwa negara ini harus menjadi tempat pembuktian dan kesaksian. Artinya, setiap warga negara harus berkontribusi langsung dalam mengatasi berbagai masalah dan bekerja keras dalam mewujudkan kemaslahatan umum. Ini mencerminkan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pembangunan bangsa Indonesia.

  Pancasila dan Nilai-nilai Islam
Muhammadiyah meyakini bahwa Pancasila selaras dengan ajaran Islam. Pancasila mencerminkan perpaduan yang harmonis antara etika moral kebangsaan dan keislaman. Lima sila Pancasila---Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia---memuat cita-cita ideal yang diperjuangkan Islam untuk mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur (negeri yang baik dan Tuhan yang Maha Pengampun).

  Sejak awal, Muhammadiyah tidak hanya menerima Pancasila sebagai Dasar Negara Indonesia, tetapi juga berupaya mengintegrasikan nilai-nilai luhurnya ke dalam kegiatan dakwah dan pendidikan. Pada Muktamar ke-36 tahun 1965 di Bandung, Muhammadiyah mencanangkan upaya untuk menyusun konsep Sosial-Ekonomi Masyarakat Sosialis berdasarkan Pancasila yang diintegrasikan dengan ajaran Islam. Bahkan, dalam putusan bidang dakwah, muncul rumusan: "Dunia baru yang aman dan damai, bersih dari exploitation de nation par nation (eksploitasi bangsa oleh bangsa) dan bebas memancarkan Nur Ilahi di muka bumi ini sesuai dengan filsafat Pancasila."

  Prinsip-prinsip Muhammadiyah dalam Memandang Pancasila
Dalam dokumen "Negara Pancasila sebagai Darul Ahdi wa al-Syahadah", Muhammadiyah menegaskan tujuh prinsip dalam memandang Pancasila sebagai Darul Ahdi wa al-Syahadah:

1. Beramal dan berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan.
2. Memperbanyak kawan dan meningkatkan persaudaraan (ukhuwah Islamiyah).
3. Memiliki pandangan luas dengan memegang teguh ajaran Islam.
4. Bersifat keagamaan dan kemasyarakatan.
5. Mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan, serta dasar dan falsafah negara yang sah.
6. Melakukan amar ma'ruf nahi munkar (menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran) dan menjadi teladan yang baik.
7. Aktif dalam perkembangan masyarakat dengan maksud islah (perbaikan) dan pembangunan sesuai dengan ajaran Islam.

  Implementasi dalam Kehidupan Sehari-hari

Implementasi konsep Darul Ahdi wa al-Syahadah dalam kehidupan sehari-hari dapat dilihat dalam beberapa aspek:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun