Midah Si Manis Bergigi Emas adalah salah satu karya dari Pramodya Ananta Toer yang mengisahkan tentang seorang wanita bernama Midah yang tengah dihadapkan pada berbagai tindakan patriarki dalam hidupnya, terutama dalam lingkungan keluarga dan masyarakatnya. Dengan latar belakang keluarga yang taat agama, bukannya sulit untuk menerapkan budaya patriarki. Khususnya apabila menilik dari tahun penulisan novel tersebut, yang mana masih belum ada seruan feminisme pada saat itu. Disini saya akan mengelompokkan tindakan patriarki dalam novel ini menjadi 3 jenis perilaku patriarki.
Perilaku patriarki pertama dan yang paling mencolok adalah pengaturan pernikahan yang dilakukan oleh keluarga Midah. Yang mana sejak awal cerita, keluarga Midah sudah memiliki kesepakatan untuk menikahkan Midah dengan seorang saudagar kaya yang dikenal baik pula agamanya, bernama Haji Terbus. Sanggahan midah tentang perjodohan tersebut tidak dihiraukan oleh siapapun dan ia dipaksa agar mau menerimanya dengan dalih "restu orang tua". Kedua, tentang pandangan masyarakat terhadap perempuan kala itu.Â
Dalam novel tersebut, Midah dianggap sosok perempuan rendahan karena profesinya menjadi penyanyi di pinggir-pinggir jalan. Perubahan nama Midah menjadi julukan "Si Manis" juga dilakukan Midah untuk menghindari para tetangga yang akan sangat merendahkan keluarga Midah, jika mereka tahu Midah adalah putri dari Haji Abdul, tokoh agama di daerahnya. Ketiga, keterbatasan dalam menyukai suatu hal atau memilih hobi. Masih dengan latar belakang keluarga taat agama, kesukaan midah terhadap lagu keroncong sangat ditentang oleh ayah Midah karena dianggap sebagai musik haram atau lagu terlarang di keluarganya.
Secara keseluruhan, analisa patriarki dalam novel Midah Si Manis Bergigi Emas menunjukkan tentang bagaimana kehidupan seorang Midah dan pandangan masyarakat terhadap perempuan kala itu. Terlepas dari itu, novel karya Pramoedya ini juga mencoba untuk menggambarkan kritik terhadap tindakan patriarki dan memberikan ruang bagi perempuan untuk bisa tumbuh dengan mengambil peran dan posisi yang lebih baik dalam masyarakat. Kritik dan penggambaran dalam novel ini menjadi tanda bahwa pejuangan perempuan mendapatkan hak yang sama dalam masyarakat menjadi suatu hal yang sangat penting.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H