Mohon tunggu...
Fathimah Azzahra
Fathimah Azzahra Mohon Tunggu... Mahasiswa - English Literature Student

Literature Addict

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Asal-usul Bahasa Minang

4 Juni 2021   09:45 Diperbarui: 4 Juni 2021   12:55 4283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Baso Minang, sebutan lain dari bahasa minangkabau yang merupakan bahasa Austronesia dan digunakan sebagai bahasa daerah oleh suku Minangkabau tepatnya daerah Sumatera Barat dan di Barat Kepulauan Riau, serta di sebagian provinsi Jambi. Selain dari ketiga suku tersebut, bahasa Minangkabau juga dituturkan oleh Bangsa Malaysia yang bertempat di Negeri Sembilan. 

Hal tersebut tidak terjadi tanpa alasan tetapi terjadi karena leluhur dari Negeri Sembilan yang merantau di Sumatera. Tidak hanya itu, di sepanjang pesisir Sumatera Utara dan juga Barat Aceh, Bahasa Minangkabau juga digunakan sebagai bahasa pengantar. Namun, di Aceh Bahasa Minangkabau ini lebih dikenal dengan Bahasa Aneuk Jamee.

Berdasarkan legenda yang diyakini oleh masyarakat setempat, nama "Minangkabau" didapat dari peristiwa perselisihan yang terjadi di kerajaan Minangkabau yang pada zaman itu pokok permasalahannya ialah isu tanah. Maka dari itu, rakyat Minangkabau merancangkan pertandingan adu kerbau dan kemenangan diperoleh oleh rakyat Minangkabau. Sejak saat itu terciptalah kata "Minangkabau" yang berasal dari gabungan dua kata yaitu "Minang" yang berarti menang dan "Kabau" yang berarti kerbau.

Jika merujuk pada peristiwa sejarah yang terjadi di masa lalu, daerah penyebaran Bahasa Minangkabau meliputi wilayah kekuasaan Kerajaan Pagaruyung yang berpusat di Batusangkar, Sumatera Barat. Batas tersebut dinyatakan dalam ungkapan minang, yaitu "Sikilang Aia Bangkih" yang berarti batas utara atau sekarang kira-kira berada di daerah Pasaman Barat. Selanjutnya ada ungkapan "Taratak Aia Hitam" yang merupakan daerah Bengkulu. Lalu "Durian Ditakuak Rajo" adalah Jambi tepatnya di wilayah Kabupaten Bungo. Dan yang terakhir "Sialang Balantak Basi" yang adalah Riau.

Dialek dari Bahasa Minangkabau berbeda-beda di setiap wilayahnya. Secara umum dialek yang digunakan adalah dialek padang atau disebut sebagai Baso padang atau Baso urang awak. Dialek padang tersebut digunakan karena dialeknya merupakan percampuran dari segala macam dialek yang terdapat di wilayah Minangkabau yang antara lain terdapat dialek berirama, rata, bahkan agak keras.

Bahasa Minang masih dilestarikan hingga sekarang karena sebagian besar masyarakat Minangkabau menggunakan Bahasa Minang sebagai bahasa sehari-hari. Bahkan orang-orang Minangkabau yang merantau ke daerah lain pun tetap menggunakan Bahasa Minang dalam kegiatan sehari-harinya.

Bahasa Minangkabau memiliki beberapa fungsi, yang paling utama adalah sebagai alat untuk masyarakat saling berkomunikasi secara lisan baik dengan keluarga bahkan tetangga. 

Yang kedua adalah sebagai lambang kebanggaan daerah sekaligus mendukung perkembangan kebudayaan daerah. Pernyataan ini sangatlah tepat karena jika masyarakat lokal dapat terus melestarikan Bahasa Minangkabau dimanapun dan kemanapun mereka berada, akan besar kemungkinan Bahasa Minangkabau akan didengar dan diketahui oleh masyarakat yang bukan berasal dari Minang. Dengan begitu, semakin banyak yang mengetahui budaya dari Sumatera Barat tepatnya Bahasa Minang.

Mungkin kelihatannya sepele jika dilihat dari pemikiran yang sempit, Tetapi langkah kecil tersebut dapat menjadikan Bahasa Minang sebagai lambang identitas dari daerah Sumatera Barat. Tidak hanya Sumatera Barat saja, tetapi juga Indonesia karena Sumatera Barat juga merupakan bagian dari Indonesia.

Maka dari itu, mulai sekarang diharapkan para generasi muda khususnya di daerah Minangkabau dapat terus melestarikan Bahasa Minangkabau. Karena bahasa daerah merupakan warisan budaya yang sangat bernilai. Dan juga sebagai bentuk hormat dan terima kasih kepada leluhur yang telah mewariskan budaya tersebut. Lagipula tugas kita sangatlah mudah dibandingkan dengan perjuangan para leluhur, karena kita hanya tinggal melanjutkan perjuangan yang sudah ada, tidak perlu lagi bersusah payah menciptakan budaya. Jangan sampai kita tidak menghargai budaya asli dari tempat kita dilahirkan. Untuk itu kita harus terus menghargai dan mencintai kearifan lokal.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun