Kekerasan terhadap tenaga kesehatan, khususnya dokter muda atau koas, adalah isu serius yang seringkali terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah kasus penganiayaan terhadap seorang dokter koas Universitas Sriwijaya menjadi cermin nyata dari permasalahan ini. Dalam insiden tersebut, dokter koas bernama Luthfi menjadi korban kekerasan fisik akibat konflik terkait jadwal kerja. Peristiwa ini tak hanya merugikan korban secara fisik dan mental, tetapi juga menunjukkan lemahnya perlindungan hukum terhadap tenaga kesehatan muda yang ada di Indonesia.
Undang-Undang Kesehatan No. 17 Tahun 2023 pasal 219 sebenarnya telah mengatur perlindungan tenaga kesehatan dari kekerasan fisik, mental, dan perundungan. Selain mendapat perlindungan dari kekerasan fisik, pada pasal 219 Â juga mengatur tentang menjaga etika profesi dan disiplin praktik tenaga medis dan tenaga kesehatan. Namun, dengan adanya kasus ini membuktikan bahwa penerapan Undang-undang kesehatan ini masih belum dapat terimplementasikan dengan sempurna. Mahasiswa koas, yang berada dalam tahap pendidikan, seringkali terjebak dalam situasi yang penuh dengan tekanan, baik dari segi jadwal kerja maupun dinamika interpersonal. Ketika konflik tidak dapat terselesaikan dengan baik, kekerasan baik secara fisik maupun verbal dapat terjadi, seperti yang dialami oleh Luthfi.
Isu seperti ini harusnya mendapatkan perhatian yang lebih, bukan hanya oleh pemerintah tetapi juga institusi pendidikan dan fasilitas kesehatan. Edukasi terkait hukum dan hak tenaga kesehatan perlu ditingkatkan. Lebih dari itu, institusi pendidikan harus menyediakan sistem dukungan yang solid, termasuk pelatihan pengelolaan konflik dan komunikasi. Kebijakan hukum yang jelas dan tegas juga dapat menjadi solusi untuk menciptakan keadilan dan rasa aman bagi tenaga medis yang mengalami kekerasan baik dalam bentuk  fisik maupun verbal.Â
Selain langkah preventif, sistem pelaporan kekerasan yang mudah diakses dan transparan perlu dikembangkan. Ini tidak hanya melindungi korban tetapi juga menciptakan rasa aman bagi semua tenaga kesehatan muda. Institusi pendidikan dan rumah sakit juga sebaiknya memiliki mekanisme mediasi yang efektif untuk menyelesaikan konflik tanpa menimbulkan trauma fisik atau mental.
Kasus Luthfi menjadi suatu  pengingat bahwa tenaga kesehatan muda adalah aset masa depan sistem kesehatan yang ada di Indonesia. Jika kita gagal melindungi tenaga kesehatan muda, kita meresikokan integritas dan kualitas pelayanan kesehatan itu sendiri. Peningkatan pemahaman etika profesi,  perlindungan hukum yang kuat, dukungan psikologis, serta sistem kerja yang adil adalah langkah-langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan profesional bagi tenaga kesehatan muda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H