Oleh : Fathia Puan Luthfia Ariffa -- Mahasiswa S2 Universitas Pamulang, Prodi Manajemen Pendidikan
Perdagangan elektronik atau e-commerce telah menjadi salah satu sektor yang berkembang pesat di Indonesia. Namun, kemajuan ini juga membawa berbagai tantangan, terutama terkait regulasi. Nailul Huda, seorang peneliti ekonomi digital di INDEF, mengusulkan agar Kementerian Perdagangan segera merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2022. Revisi ini dianggap penting untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul akibat lonjakan produk impor yang dijual melalui platform social commerce, salah satunya TikTok Shop.
Tantangan dalam Perdagangan Elektronik
Menurut Nailul Huda, lonjakan produk impor ini terjadi seiring dengan booming-nya social commerce dan e-commerce di Indonesia. Berdasarkan data yang beredar, hingga 95 persen produk e-commerce di Indonesia berasal dari impor, dengan mayoritas dari China. Fenomena ini menunjukkan bahwa meskipun penjualnya adalah pelaku usaha lokal, produk yang dijual justru merupakan barang impor. Hal ini berpotensi dapat memperbesar dominasi produk impor di pasar Indonesia dan semakin mempersempit ruang bagi produk lokal baik itu Usaha Mikro, Kecil ataupun Menengah (UMKM) di Indonesia yang seharusnya bersaing dengan produk impor murah.
Tiga Poin Penting Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2022
Tiga poin utama yang perlu direvisi dalam Permendag Nomor 50 Tahun 2022 untuk menciptakan ekosistem perdagangan elektronik yang lebih sehat dan adil:
- Penyempurnaan Definisi Penyelenggara Perdagangan melalui Sistem Elektronik
Definisi ini saat ini hanya mengatur transaksi perdagangan. Padahal, social commerce seperti TikTok Shop tidak hanya digunakan untuk transaksi perdagangan, tetapi juga untuk komunikasi secara umum. Penyempurnaan definisi ini penting agar regulasi dapat menjangkau aspek-aspek social commerce secara lebih menyeluruh. - Aturan Terkait Sarana Perantara
Sarana perantara, yang fungsinya hanya sebagai media komunikasi, sering digunakan sebagai kedok untuk menghindari regulasi perdagangan. Nailul memberikan contoh seperti Kaskus di masa lalu, yang hanya menjadi media komunikasi tetapi sering disalahgunakan sebagai platform jual beli. Aturan ini perlu diperjelas agar sarana perantara juga memiliki kewajiban yang setara dengan platform e-commerce lainnya, termasuk terkait pajak. - Pengaturan Barang Impor
Nailul menekankan pentingnya transparansi terkait asal barang impor. Informasi mengenai barang impor seharusnya dicantumkan secara jelas dalam deskripsi produk. Hal ini untuk memastikan konsumen mendapatkan informasi yang transparan dan mendorong perlindungan terhadap UMKM lokal. Asosiasi e-commerce juga menyebutkan bahwa barang yang dijual oleh seller lokal di platform e-commerce seringkali merupakan barang impor, dengan persentase cross-border sekitar 7-10 persen.
Pentingnya Regulasi yang Adil
Perdagangan elektronik memiliki potensi besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun, tanpa regulasi yang memadai, potensi ini bisa berubah menjadi ancaman bagi pelaku usaha lokal. Oleh karena itu, langkah cepat dan tepat dari pemerintah untuk merevisi regulasi terkait menjadi sangat penting demi masa depan perdagangan elektronik yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Revisi Permendag Nomor 50 Tahun 2022 menjadi langkah krusial untuk menciptakan ekosistem perdagangan elektronik yang lebih adil. Regulasi yang tepat dapat melindungi pelaku usaha lokal, terutama UMKM, dari tekanan persaingan yang tidak sehat akibat produk impor. Selain itu, revisi ini juga diharapkan dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam ekosistem e-commerce, sehingga konsumen dapat lebih terlindungi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H