Mohon tunggu...
Fathan Fikri
Fathan Fikri Mohon Tunggu... Jurnalis - Pelajar SMA

Bio

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Deviasi dalam Mengukur Hasil Belajar Siswa

20 November 2019   15:40 Diperbarui: 20 November 2019   15:53 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan di Indonesia sampai saat ini, masih menerapkan sistem ulangan harian sebagai evaluasi standar siswa dalam menyerap pelajaran harian. Ulangan menjadi elemen penting dalam berjalannya proses pendidikan di Inonesia yang diharapkan selalu berkembang demi mendapatkan kualitas pendidikan yang tinggi. Mutu pendidikan menjadi faktor utama terjadinya ulangan. Nilai harian siswa direkap dengan sistem tersebut sehingga mutu pendidikan dapat dicapai.

Dalam pendidikan, ada tiga unsur perkembangan yang dimiliki oleh setiap anak yang berbeda-beda, yakni kecerdasan motorik yakni kemampuan gerak seorang anak, kecerdasan afeksi yakni sesuatu yang berhubungan dengan tingkah laku dan emosi pengendalian diri, dan kecerdasan kognisi yakni sesuatu yang berhubungan dengan berfikir (otak). Dalam ulangan harian, ada dinamika permasalahan yang terjadi. Misal, seorang anak yang memiliki kecenderungan kecerdasan motorik khususnya motorik halus akan enggan mengerjakan ulangan, karena dia malas untuk menulis. Sifat seperti ini adalah bawaan yang tidak dapat disalahkan.

Ulangan harian dianggap dapat merefleksikan hasil proses belajar siswa selama di sekolah. Lulus atau tidaknya seorang siswa ditentukan oleh KKM (Kriteria Kelulusan Minimal) yang sudah ditentukan oleh sang guru. Padahal, materi yang diujikan umumnya tidak semua materi yang telah diajarkan. Maka sistem penilaian seperti ini dinilai kurang efektif karena tidak bersifat komprehensif. Nilai-nilai keterampilan dan kemampuan siswa selama proses pembelajaran pun tidak dapat ditentukan lewat ulangan, karenaulangan itu sendiri bersifatreal time. 

Padahal, sejatinya guru sudah sangat mengerti sikap, prestasi & tingkah laku murid-murid mereka selama di kelas. Dengan demikian, mereka akan menganggap bahwa ulangan adalah penentu terbesar nilai-nilai harian mereka selama di kelas. Hal ini akan mengurangi esensi dari mutu pendidikan, yakni tata cara dalam membangun sumber daya yang bermutu serta memberikan pengalaman sebanyak-banyaknya kepada para siswa agar siap dan mampu menjalani kehidupan mereka di masa mendatang. Para siswa akan menjadikan ulangan sebagai agenda "sakral" yang akan menilai sikap kognitif mereka sepenuhnya.

Dampaknya, para siswa akan merasa takut untuk gagal dalam ulangan. Sehingga, akan muncul cara-cara yang tidak jujur demi mendapatkan sebuah kelulusan dalam suatu ulangan. Maka, sedikit demi sedikit pendidikan di Indonesia akan terkikis. Hal ini menimbulkan turunnya moral Bangsa Indonesia, membuat pendidikan Indonesia sulit untuk maju mengejar ketertinggalan dengan bangsa lain karena adanya sikap-sikap seperti ini. 

Negara-negara asing, khususnya negara yang sudah maju menilai setiap skill yang dimiliki oleh seorang anak, sedangkan Indonesia hanya menilainya lewat kognisi. Mengapa? Karena pemerintah masih bimbang dalam menentukan arah sistem pendidikan kita yang sekarang, dengan melihat sistem-sistem yang dipakai dalam negara-negara asing tersebut, yang akhirnya tergeneralisir menjadi sistem yang menggunakan ulangan harian sebagai sarana pengukur hasi belajar siswa.

Terlepas dari hal tersebut, jika dilihat kembali pada esensi pendidikan sesungguhnya, adalah seluruh proses yang mencakup pembelajaran yang dimana ada unsur kebermanfaatan didalamnya. Kita sering kali melihat banyak siswa yang gagal dalam ujiannya, hal itu bukan berarti bahwa siswa tersebut belum mencapai pemahaman materi yang dipelajari ataupun yang disampaikan oleh sang guru, tetapi bisa juga diakibatkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja otak, seperti kesehatan, akibat kurang makan atau belajar yang terlalu malam, kesiapan mental, akibat terlalu menganggap ulangan sebagai hal yang sangat prestisius, atau bahkan suasana yang tidak mendukung membuat para siswa sulit untuk berfikir. 

Muncul paradigma-paradigma negatif orang bahwa  yang dapat mengerjakan ulangan adalah orang-orang yang memiliki kapasitas otak yang besar, padahal hal tersebut tidak menjamin apapun. Anak yang memiliki nilai-nilai ulangan harian yang besar, tidak menjamin dirinya untuk meraih kesuksesan. Itu semua tergantung oleh mental yang ia miliki. 

Seharusnya yang harus dikembangkan oleh pendidikan kita adalah mental ketika mereka berada di kehidupan yang sesunggunya, seperti nilai-nilai soft skills yang membantu kita menjalani kehidupan di masa mendatang dengan terbiasa. Maka, apakah proses pembelajaran akan membawa siswa mendapatkan nilai yang bagus atau malah saling bertolak belakang?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun