Mohon tunggu...
Fathan Djani
Fathan Djani Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

olahraga ( bertopikan olahraga)

Selanjutnya

Tutup

Seni

Sejarah Barong Tuwek Kemiren

19 September 2022   13:44 Diperbarui: 19 September 2022   13:57 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: sinergijatim.com

sejarah barong tuek kemiren

Alkisah ada sepasang suami istri dari mataram yg menampakan kaki di bumi blambangan.mereka membela hutan untuk mendirikan perkampungan yg di kenal sbgai kawasan desa kemarin( desa yang hingga saat ini dihuni oleh suku asli banyuwngi

yakni suku osing). desa ini dinamai kemiren karena dulunya banyak ditemukan tanaman kemiren serta di kenal subur akan hasil pertaniannya .hingga suatu hari disadesa di serang pagebluk.

warga percaya dgn mlakukan doa bersama kepada sang pencipta dan melaksanakan wasiat lelehur mereka agar terbebas dari pagebluk.leluhur yg di kenal oleh warga desa kemiren yakni mbah buyut cili atau buyut suko.singkat cerita mereka mendapat wasiat dari 

sang leluhur yg mengatakan bahwa"nong njerone barong ono byut"neng jerone buyut muko onok selametan ,nong njerone selametan muko ono lan kanggo deso kemiren,dalam bhs indonesia memiliki arti,di dalam wujud barong ada buyut ,di dalam buyut ada selametan 

,di dalam selametan ada dan untuk desa kemiren.

  kesakralan barong tuwek kemiren dapat  di lihat dalam penyelengaraa ritual  adat ider bumi dan tumpeng sewu. 

suatu kewajiban warga desa kemiren untuk tetap  menyelengarakn ritual adat ini dengan mengarak barong berkeliling desa.

warga menyakini bahwa ritual ini akan menyelamatkan mereka dari mala petaka dan sebaliknya apabilaritual tdk di lakuan maka desa trsebt akn tertimpah musiba.musibah muncul sbgai wujud kemaran punden desa ,yakni roh dari mbah buyut cili atau buyut suko

sebagai penjaga desa yg merasa  tdk di perhatikan lagi oleh warganya

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun