Tidak hanya perjenjangan dan pengelompokan, dalam pembentukan peraturan perundang-undangan haruslah memperhatikan mengenai addressat atau ditujukan kepada siapa undang-undang tersebut atau dengan kata lain siapa yang akan diberikan wewenang atribusi dari undang-undang tersebut. Serta, harus mengatur mengenai prilaku secara konkret.
Kemudian, mengenai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila apabila dilihat dari kacamata Ilmu Perundang-Undangan (Gesetzgebungslehre) dan Teori Perundang-undangan (Gesetzgebungtheorie) terdapat beberapa catatan penting yakni, sebagai berikut:
- Pancasila merupakan Grundnorm dalam tatanan perjenjangan norma dan sebagai Staatsfundamental Norm dalam pembagian kelompok norma, sehingga tidak sepantasnya diletakan pada tataran sekelas undang-undang;
- Substansi RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) banyak berisi pasal-pasal yang sifatnya pernyataan, dibuktikan dengan banyaknya kalimat menggunakan kata "merupakan..". Padahal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai definisi itu secara gamblang diletakkan di Pasal 1;
- Aspek historis Pancasila harus secara konsisten dimasukkan dalam draft rumusan norma hukum di RUU HIP. Sebab, yang disepakati oleh founding fathers dan sejarahnya ialah rumusan Pancasila yang berlaku saat ini. Bukan dengan memasukan Trisila dan Ekasila;
- Ketuhanan yang Berkebudayaan bukan bagian dari Pancasila yang disepakati oleh para founding fathers Bangsa Indonesia, sebab yang disepakati ialah Ketuhanan yang Maha Esa, dan sudah semestinya harus konsisten terhadap kesepakatan final tersebut;
- Perjalanan historis Pancasila memang telah mengalami berbagai macam penafsiran, oleh sebab itu, penting untuk mempertimbangkan dalam konsideran yakni Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 Tahun 1966 tentang Pembubaran PKI dan Sebagai Organisasi Terlarang;
- Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) wajib mendengarkan aspirasi dan gejolak di tengah masyarakat (seperti Penolakan RUU HIP oleh MUI, NU, dan Muhammadiyah);
- RUU HIP dengan segala rumusan norma di dalamnya dapat menimbulkan degradasi terhadap nilai-nilai luhur Pancasila sebagai falsafah bangsa atau grundnorm dan Staatsfundamental Norm.
Oleh sebab itu, silahkan bagi para pembentuk peraturan perundang-undangan di DPR untuk mempertimbangkan gejolak di masyarakat terkait penolakan RUU HIP tersebut. Bahwa sesungguhnya Pancasila sudah dan selalu dipergunakan dalam hirarki pembentukan peraturan perundang-undangan terbukti dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Pancasila sebagai norma dasar dan sebagai sumber dari segala sumber hukum yang bersifat abstrak telah menjadi acuan bagi seluruh perilaku berbangsa dan bernegara. Salam PASTI!
Salam Pasti, Salam hormat kami,
Jakarta, 16 Juni 2020
Tim Peneliti dan Pengamat Kebijakan Publik
Pusat Advokasi Hukum dan Konstitusi (PASTI)
Fathan Ali Mubiina, S.H., M.H.
Devid Oktanto, S.H., M.H., CLA.
Maruba Sianturi, S.H.