Mohon tunggu...
Muhammad FathanAlfikri
Muhammad FathanAlfikri Mohon Tunggu... Freelancer - Seorang Mahasiswa, Pejuang Nasionalis yang Sholeh

Bismillah..

Selanjutnya

Tutup

Worklife

"Journey of Life"

28 Februari 2019   18:24 Diperbarui: 28 Februari 2019   18:32 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Izinkan saya mengulas tentang bagaimana kehidupan saya berjalan, dan beberapa hal yang membuat karakter kuat ini melekat pada diri saya. Saya adalah seorang pemuda yang lahir di era reformasi dengan nama Muhammad Fathan Alfikri. Diberikannya nama tersebut, penuh harapan dan cita-cita kelak tertanam pada diri saya suri tauladan yang baik dan sifat fathanah. Menitihkan air mata pertama kali pada 17 April 1998 di tanah Tapanuli, Sumatera Utara. Putra sulung bapak Deden Rachmawan dan ibu Sri Marhaeni Siregar. Darah sunda dan batak mengalir pada diri saya. Saya seorang koleris yang jenaka, mencintai pertemanan dan suka cita. Menjunjung tinggi nilai persatuan, kesatuan, dan respek terhadap karya yang bermanfaat bagi masyarakat.

Saya adalah seorang  ENTJ yang merupakan singkatan dari Extrovert, Intuitive,Thinking, dan Judging. Seorang anak yang dibesarkan di sebuah daerah pinggiran pantai, 10 jam lamanya dari Kota Medan. Tentu kerasnya kehidupan terutama pendidikan dan lingkungan mengambil peran besar dalam menempa karakter saya sampai saat ini. Orang-orang besar seperti Akbar Tanjung, Chairul Tanjung, bahkan pengacara-pengacara Top Tanah Air menjadi kiblat kiprah saya hingga saat ini. Tumbuh dan besar diwilayah batak membuat saya menjadi orang yang berwatak keras, terutama dalam menggapai mimpi saya. Selalu terobsesi dengan  hal yang saya anggap luar biasa dan sesuai dengan apa yang saya inginkan. Entah mengapa dalam berbagai hal saya selalu terpacu untuk meraih posisi terbaik, apapun itu. Ambisi mungkin, terkadang saya sering lupa akan prioritas yang sebenernya saya harus lakukan. Ego ini seperti selalu menjadi bayang-bayang bagi hidup saya. Ada baiknya, tapi bisa jadi apa yang saya anggap baik belum tentu orang lain berpendapat baik pula. Saya menyadari bahwa egois adalah sifat beracun yang dapat menghambat bahkan menghancurkan karir saya. Dalam mengatasi hal tersebut saya berusaha berikhtiar dan mencoba semaksimal mungkin menekan ego dalam diri ini dengan mencoba mengalah dan menerima segala masukan dan saran.

Betapa kerasnya tanah perantauan dimana tantangan adrenalin baru dan pengasahan mental saya dapati. Lulus di perguruan tinggi terbaik keempat adalah anugrah yang luar biasa. Saya bersungguh-sungguh, setapak demi setapak sayajalani masa-masa sebagai mahasiswa.  Bulan-bulan awal di tanah rantau terasa berat bagi saya, dikarenakan kali pertama tinggal jauh dari kota kelahiran. Tak lantas rasa rindu mengalahkan semangat saya, saya memiliki prinsip bersusah dahulu akan senang kemudian. Doa dan senyum orang tua adalah penyemangat utama saya berkarir dan mengenyam pendidikan tinggi di Bogor. Saat semester satu, saya berkesempatan mengikuti salah satu lomba Business Competition di Universitas Indonesia dan menang dengan peringkat 3. Suatu langkah awal dimana akan saya tapaki prestasi-prestasi penunjang pengalaman dan karir saya. Sekolah Bisnis adalah fakultas dimana nama saya tertera sebagai salah satu mahasiswanya. Fakultas yang terletak jauh dan terpisah dari program strata 1 IPB, yaitu di Kampus Gunung Gede Bogor Kota. Sedikit terasingkan bagi saya, dimana seharusnya saya intens menjalin relasi dengan fakultas lain. Tak menyurutkan semangat saya dalam meniti karir, saya aktif pada kegiatan ekstra kampus untuk menjalin hubungan dengan fakultas lain. Menjadi pebisnis adalah jalan yang saya pilih, untuk sukses tak bisa hanya berbekal pengetahuan yang didapati diperkuliahan saja. Untuk itu saya mengikuti pendaftaran Rumah Kepemimpinan, dimana saya percaya tempat tersebut adalah tempat ideal untuk mewujudkan lifeplan saya. Ditempat tersebut, saya mempunyai harapan akan dididik sebagai mahasiswa yang prestatif terpupuk jiwa kepemimpinan, dan skill yang diharapkan mampu menjawab tantangan kedepan. Saya cukup tegas dan visioner pada keputusan yang saya ambil.

Selanjutnya, saya memiliki Emotional Control yang belum baik. Dalam beberapa kondisi tertekan, sering kali saya menanggapinya dengan emosional dan tensi yang tinggi. Emosi saya sering meledak secara tiba-tiba apabila lingkungan tidak mendukung dan tidak seperti apa yang ekspektasikan. Seperti contoh, ketika beradu argumen dan ide, saya selalu beranggapan bahwa segalanya adalah debat, dan saya harus memenangkan debat lewat argumen yang saya utarakan. Mungkin hal tersebutlh yang sering kali berujung pada sakit hati baik lawan debat saya ataupun bagi diri saya. Terakhir sebuah karakter yang saya sadari adalah sebuah kesalahan adalah inkonsistensi, dimana saya terkadang masih bosenan dan tidak istiqomah dalam menjalankan dan menggapai suatu capaian. Hal tersebut adalah benalu yang terbilang cukup sering mengganggu beberapa aktivitas yang saya jalani. Hingga saat ini, cara yang saya tempuh untuk menekan inkonsistensi tersebut adalah teman yang selalu suport saya dan menyemangati saya dikala saya futur. Selain bantuan teman, saya juga senantiasa melakukan evaluasi dan menghisab diri sendiri.

Rumah tempat saya dibina saat ini, Rumah Kepemimpinan Bogor, menjadi sebuah dorongan dan alasan kuat saya harus membunuh karakter tersebut dan memelihara sikap rendah hati. Rumah ini mengajarkan setiap insan didalamnya untuk bersifat rendah hati. Saya banyak belajar bahwa kita hidup dalam kemajemukan budaya dan pola berfikir yang berbeda-beda, tentu mengharuskan saya dituntut untuk beradaptasi, lebih menghargai orang lain, dan hidup dengan toleransi dengan output tempat tinggal yang damai tanpa ada konflik sosial didalamnya.

Ibu adalah orang yang paling tahu mendalam soal diri ini. Saya kadang resah melihat sikap saya yang kadang masih  tidak teliti, keras kepala, emosional,dan masih inkonsisten. Tentu saya menyadari hal tersebut dan berupaya semaksimalmungkin untuk menekan karakte-karakter buruk tersebut. Doa dan motivasi untuk bahagiakan sayalah adalah alasan terkuat saya berdiri tegak hingga saat ini. Beberapa hal yang mungkin menjadi kebanggaan bagi saya adalah, anak yang tangguh, berani mengambil resiko, dan tahan banting. Karakter tersebutlah yang menghiasi kehidupan saya hingga saya berdiri tegak sampai saat ini. Tujuan untuk membuat mereka selalu tersenyum akan selalu mengingatkan saya akan perjuangan yang tak boleh mengenal kata lelah.

Peserta Rumah Kepemimpinan,

 

Muhammad Fathan Alfikri

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun