Banjir
Adalah tangisan yang terkumpul menahun
Kesedihan yang sering ditertawakan oleh kita
Rimba menangis
Tangisnya dijadikan api
Api membakar tandas tanah ulayat
Asap kemarau mengepul
Terpa mata-mata rakus berkabut Â
Tanah berongga
Tak ada ikatan cinta bertumbuh
Erat tak lagi dalam kata
Rimbun berganti tandus
Tangan-tangan halus air melambai
Tanah bersukacita berselancar bersamanya
Dan kita hanya bisa teriak
Kutukan banjir datang!
Kala titik-titik air hujan turun
Bukan lagi kita merasai romantisme alam
Takut, takut akan amarahnya
Bukan alam memuntahkan muak
Tapi kita yang durhaka pada alam
Banjir! Banjir! Lagi-lagi banjir!
Kita mulai mengumpat
Memaki diri sendiri
FS, Januari 2025
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H