Dua bulan yang lalu, tepatnya ketika saya mengawasi proses pengajuan bakal calon anggota DPRD di kota kami, saya bertemu sahabat lama.
Saya terbahak menertawainya. "Engga kapok ya, nyaleg tiap periode?" Ujarku padanya.
Iya, beliau beberapa kali mencalonkan diri. Kami pernah bergabung dalam satu wadah, Aliansi Konservasi Alam Raya (AKAR), bergerak di bidang konservasi.
"Enggalah, kita harus optimis terus maju. Kalau bukan kita siapa lagi," semangatnya.
Kami mulai berbincang tentang cerita lama, cerita dunia konservasi yang jauh dari kata peduli saat ini.
Sekarang siapa yang peduli, pembukaan jalan di kawasan konservasi, kita menentang habis-habisan dulunya. Pembukaan ladang, pembalakan liar, PETI merajalela di hutan lindung, ah habislah hutan kita. Jiwa konservasi masih mengakar di jiwa kita.
"Kalau lolos duduk di kursi empuk legislatif, saya mau tahu aksinya apa?" Tanya saya.
Dia mulai mengemukakan ide-ide, pemikiran tentang kemajuan negeri.
"Ah susah, negeri kita sudah dikuasai oleh orang-orang yang bersekutu dengan uang," protes saya.
"Jangan pesimis dong," suaranya mulai terengah.