"Kebesaran suatu bangsa dan kemajuan moralnya dapat dinilai dari cara hewan diperlakukan." -- Mahatma GandhiÂ
Indonesia yang memiliki bentang alam dari Sabang hingga Merauke dihuni satwa liar nan beragam dan unik serta langka. Kekayaan hayati yang kita miliki ini menjadi tanggung jawab yang besar akan keberlangsungan dan kelestariannya.Â
Upaya perlindungan sudah tercantum dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya pada pasal 21, setiap orang dilarang untuk :
a. menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup;
b. menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
c. mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
d. memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
e. mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungiÂ
Namun satwa liar yang dilindungi mendapat ancaman kepunahan populasinya di alam karena hilangnya habitat, degradasi, fragmentasi, perburuan satwa liar serta konflik antara satwa dan manusia.
Salah satu satwa liar yang dilindungi adalah "Trenggiling" (Manis javanica). Jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.92/MENLHK/SETJEN/KUM.1/8/2018 Tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi, bisa dilihat di sini.
Trenggiling adalah hewan mamalia dari family Manidae. Ada delapan spesies trenggiling yang tersebar di seluruh dunia dan salah satunya ada di Indonesia, yakni Manis javanica.Â
Satwa ini hidup di hutan tropis dataran rendah, panjang tubuhnya mencapai 58 cm dan panjang ekor mencapai 45 cm dengan bobot tubuh menyentuh 2 kg.Â
Trenggiling memiliki susunan sisik yang tersusun dari keratin material yang serupa dengan kuku manusia dan membentuk cangkang dengan berat 20% dari seluruh bobot tubuhnya.Â
Trenggiling sangat pintar melindungi diri dari berbagai serangan predator dengan cara menggulung dirinya menjadi bola. Predator seperti harimau dan singa akan menyerah menghadapi trenggiling, akan tetapi ironinya trenggiling harus menyerah dari serangan manusia.Â
Iya, trenggiling menjadi satwa yang paling diburu oleh mafia sindikat narkoba jenis sabu. Karena sisik trenggiling mengandung zat aktif Tramadol HCL yang merupakan zat aktif analgesik untuk mengatasi nyeri, serta merupakan partikel pengikat zat pada psikotropika jenis sabu-sabu.