Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Hikayat Pohon Cempedak

27 Maret 2023   09:34 Diperbarui: 27 Maret 2023   09:41 764
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Leluhur menanam pohon cempedak
Jangan ditebang biarkan merebak
Buahnya untuk kenduri tujuh turunan
Dari zaman ke zaman
Anak cucu menikmati gulai cempedak
Kenduri beranak pinak
Kenduri pernikahan
Bahkan kenduri kematian

Pohon cempedak tetap kokoh di halaman
Puluhan tahun pengabdian
Tak putus menjatuhkan buah
Tak henti bersedekah
Kayunya mulai lapuk
Penuh capuk
Kala memeluk tercium aroma
Gulai cempedak sang permaisuri raja

Leluhur menitip asa
Tumbuh anak pohon cempedak menggantikan si tua
Tetap semarak kenduri-kenduri adat
Meneruskan duduk sila makan merapat
Menghatur petitah adat bergema
Tak lekang oleh masa
Bukan kenduri jika tanpanya
Inilah hikayat pohon cempedak di tanah raja diraja

SungePnoh, 27 Maret 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun