Di samping itu, penggunaan merkuri untuk mengikat emas sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat. Apalagi lokasi PETI berada di dekat permukiman.
Indonesia menjadi darurat PETI karena harga komoditas pertambangan melonjak.
Faktor ekonomi juga menjadi penyebab masyarakat menjadikan penambangan liar ini menjadi mata pencaharian mereka walaupun penuh risiko.
Mengenai PETI sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam pasal 158 dinyatakan bahwa "Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus milyar rupiah).
Dalam pasal 35 dinyatakan bahwa “Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat".
Baru-baru ini, masyarakat adat di Desa Muara Hemat, Kecamatan Batang Merangin, Kabupaten Kerinci menemukan aktivitas PETI di wilayah mereka, dan yang lebih parah lagi berada di zona inti Taman Nasional Kerinci Seblat yang merupakan kawasan konservasi.Â
Lokasi PETI ini masuk dalam wilayah adat Kedepatian Muara Langkap Kerinci. Depati Muara Langkap, Mukri Soni membenarkan aktivitas PETI ini dan sudah menurunkan orang adat untuk mengecek ke lokasi. Lebih kurang 11 unit alat berat di lokasi melakukan aktivitas ilegalnya.Â
Depati Muara Langkap menyatakan bahwa tidak pernah memberi izin aktivitas PETI di wilayah Kedepatian Muara Langkap karena merusak hutan lindung dan meminta aparat penegak hukum menghentikan aktivitas PETI ini.