Sudah beberapa bulan ini, kantor saya pindah alamat dan ternyata dibelakang kantor baru ini ada rumah seorang teman satu sekolahan. Satu alumni sekolah dasar. Tahun berapa? Jangan ditanya ya, ketauan ketuaan.
Kadang ibu-ibu alumni SD ini ngumpul sore-sore, mereka mulai video call saya.
"Ayo main ke rumah, kita pada ngumpul nih," ajak mereka.
Mereka ngga tahu apa, saya lagi kerja. Akhirnya saya iyakan juga takut dibilang sombong. Karena saya jarang ikut acara alumni. Ngumpul acara alumni SD mau cerita apa coba? Kenangan main lompat tali, manjat pohon jambu, dikejar guru pakai penggaris panjang ?Â
Akhirnya, saya menampakkan diri ke rumah teman saya tersebut, mereka lagi rumpi-rumpi cantik dan bersorak.
"Nah, ini penulis puber!"
Saya shock berat, lho kok dibilang penulis puber. Perasaan, saya puber umur belasan, saat hobi bikin vinyet. Tahukah anda akan vinyet? Itu lho, coretan "random" kadang berwujud bunga kadang berubah wujud muka tetangga, eh.
Atau apakah saya dituduh puber kedua? Pernah sih, karena ada teman lama bilang saya semakin tua semakin genit. Tuduhan lagi nih, padahal saya merasa biasa saja dan memang sering sok akrab saja dengan teman. Halo say? Sehat yur? Karena makan sayur tentu sehat.
Saya langsung konfirmasi kepada mereka, kenapa saya dibilang penulis puber. Oh, menurut mereka, gara-gara saya (dulu) suka share puisi-puisi tentang cinta, patah hati de el el di media sosial. Sekarang sih jarang.
Waduh, masa sih langsung main cap gitu. Penulis puisi bukanlah gambaran dari puisi yang ditulisnya. Kek pemain sinetron, kadang bisa jadi Andini padahal aslinya Amanda Manopo.Â