Arsitektur rumah kian lama kian modern, semula rumah terbuat dari kayu namun kini rumah-rumah beton berdiri megah.
Semakin mapan ekonomi semakin megah rumah dengan rupa gedung mewah. Rumah-rumah kayu yang tidak layak pun sudah mendapat bantuan bedah rumah dari pemerintah dan sudah berganti semi permanen.
Rumah tradisional yang terbuat dari kayu terpinggirkan dan hampir punah, seperti rumah tradisional Kerinci yang dinamakan "Umoh Laheik".
Umoh Laheik adalah permukiman tradisional masyarakat Suku Kerinci dengan ciri arsitektur rumah panggung yang berderetan memanjang dan berhadapan, bersambung/menyatu antara satu rumah dengan rumah lainnya membentuk larik layaknya kereta api.
Umoh Laheik dalam bahasa Kerinci yang berarti rumah larik/rumah berderet.
Setiap larik dihuni oleh beberapa keluarga yang disebut tumbi, gabungan beberapa tumbi disebut kalbu yang dipimpin oleh seorang Ninik Mamak.
Umoh Laheik ini dibangun di tanah empat persegi panjang yang dinamai “parit bersudut empat”, dengan status tanah adalah tanah hak adat atau tanah arah-ajun Ninik Mamak.
Karena suku Kerinci menganut garis keturunan secara matrilineal maka tanah parit bersudut empat adalah milik kaum ibu (anak betino) atau pihak perempuan yang memiliki hak pakai tanah untuk bangunan rumah. Jadi, tidak ada sertifikat kepemilikan tanah karena merupakan tanah hak adat.