Seperti pantun di awal artikel "bukan nasi asal jadi, tapi dari padi delapan bulan". Padi payo memang bisa dipanen saat usia 8 bulan atau hanya satu kali dalam setahun.
Karena masa panen yang lama serta produksi yang sedikit inilah, beras payo nilai jualnya lebih mahal dari harga beras biasa. Namun bagi petani daerah Lempur tetap mempertahankan keberadaan padi payo ini. Ini perlu diacungin jempol dalam mempertahankan padi lokal ini.
Masyarakat adat desa Lempur bertekad mempertahankan beras payo ini walaupun pemerintah mengarahkan untuk tidak lagi mempertahankan beras lokal.Â
"Kita akan mempertahankan beras Payo yang merupakan beras dan varietas khas lokal Kerinci, karena menjadi unggulan masyarakat sejak bertahun-tahun," kata Andi Ismet, seorang tokoh pemuda desa Lempur yang juga berprofesi sebagai petani yang dikutip dari Kompas.com.Â
Padi payo ini berbeda dari varietas padi lainnya, padi payo terbilang tinggi dengan ketinggian sepinggang atau lebih orang dewasa.
Beras payo mempunyai ciri bulir beras berukuran besar, bila dimasak tekstur nasinya pulen dan rasanya sangat lezat. Apalagi dimakan panas-panas dengan gulai khas Kerinci. Aroma beras payo ini memang memiliki rasa dan aroma yang khas yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
Untuk saat ini harga beras payo dipasaran cukup mahal yakni Rp. 200.000--Rp. 250.000/kaleng (16 kg) sementara beras biasa saat ini dengan pasaran Rp. 150.000--Rp. 175.000/kaleng (16 kg).Â
Walaupun harganya mahal, permintaan beras payo sangat tinggi yakni dari rumah makan khas Kerinci baik yang berada di Kerinci maupun dari luar Kerinci.Â