Menyambut tahun baru 2022 yang lalu, saya berkunjung ke pintu rimba Gunung Kerinci (Kabupaten Kerinci-Provinsi Jambi). Sahabat saya, mas Karto menyediakan parkir untuk mobil ataupun motor para pendaki yang mendaki gunung Kerinci.Â
Biasanya akhir tahun, setiap tahun baru dan 17 Agustus banyak para pendaki yang mendaki gunung Kerinci. Akses jalan ke pintu rimba sudah tersedia walaupun kurang bagus, mobil dan motor sudah bisa parkir langsung di depan gerbang pintu rimba. Berbeda dari zaman dahulu yang mesti jalan kaki dari desa terdekat menuju pintu rimba.Â
Setelah minum teh dan berbincang sejenak, saya berjalan-jalan di sekitar areal pintu rimba. Dan, menemukan pohon terung pirus. Wah sudah lama sekali saya tidak memakan buah terung pirus yang langsung diambil dari pohonnya. Rasanya manis asem karena belum sempurna matang, merahnya belum merah merona.
Terung pirus atau terung belanda dengan nama latin Solanum betaceum, merupakan keluarga terung-terungan atau Solanaceae. Saya lebih familiar menyebut terung belanda ini dengan sebutan/nama di Kerinci yakni "Terung Pirus". Kalau terung biasa untuk disayur berbeda dengan terung pirus ini yang dikonsumsi sebagai buah.Â
Kenapa terung pirus disebut dengan terung belanda? Karena konon dikembangkan oleh orang Belanda tahun 1941 di Bogor, namun aslinya buah ini dari Amazon (Amerika Latin).Â
Pohon terung pirus mirip pohon terung pada umumnya, tidak terlalu tinggi. Uniknya terung pirus hidup di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.000-2.000 m dpl dan dengan suhu 20-27 derajat celcius. Saya jadi ingat ketika mengunjungi Danau Gunung Tujuh yang berketinggian 1.950 m dpl, banyak pohon terung pirus di seberang danau.Â
Pohon terung pirus tidak bisa berbunga di dataran rendah, karena udara yang sejuk yang akan mendorongnya untuk berbunga. Wah agak sulit juga ya terung pirus ini ditemui di daerah dataran rendah.Â