Mohon tunggu...
Fatmi Sunarya
Fatmi Sunarya Mohon Tunggu... Penulis - Bukan Pujangga

Penulis Sederhana - Best in Fiction Kompasiana Award 2022- Kompasianer Teraktif 2020/2021/2022 - ^Puisi adalah suara sekaligus kaki bagi hati^

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Memperingati Burung Maleo, Megapoda Ikonik Sulawesi

21 November 2021   07:13 Diperbarui: 21 November 2021   17:56 963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Info sheet status burung 2021, Sumber Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia

Hari ini, tanggal 21 November diperingati sebagai Hari Maleo Sedunia (World Maleo Day).  Ada banyak jenis burung, mengapa burung Maleo diperingati secara khusus? Mengapa bukan burung merpati? Burung merpati telah berjasa bagi manusia untuk mengirimkan pesan jarak jauh sebelum perusahaan pos ada dan sebelum manusia menemukan aplikasi untuk mengirimkan pesan cara cepat serta maju seperti sekarang.

Pertanyaan serupa mungkin muncul di benak pembaca, mengapa bukan Elang Jawa? Elang Jawa diduga kuat adalah burung Garuda karena kemiripannya. Burung ini adalah burung yang penting juga karena menjadi lambang Negara Indonesia. Dalam bahasa suku, Burung Garuda adalah 'totemnya' seluruh penduduk Indonesia.  

Pasti ada hal yang membuat burung ini istimewa, mengingat banyaknya jenis burung di Indonesia. Berdasarkan rilis lembaga konservasi Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia (asosiasi Birdlife International) pada tahun 2021, seluruh burung yang ada di Indonesia jumlahnya adalah 1.812 jenis. Kalau di dunia?  Pasti mencapai puluhan ribu jenisnya.

Info sheet status burung 2021, Sumber Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia
Info sheet status burung 2021, Sumber Perhimpunan Pelestarian Burung Liar di Indonesia

Sebelum kita mencari tahu apa keunikan burung Maleo ini, mari kita kenali dulu ciri-cirinya.

Ciri Burung Maleo

Dalam buku panduan lapangan 'Burung-Burung di Kawasan Wallacea' yang ditulis oleh Brian J. Coates dan David K. Bishop yang terbit dalam edisi bahasa Inggris tahun 1997 dan edisi Indonesia tahun 2000 disebutkan bahwa nama lengkap burung ini adalah Maleo Sengkawor. 

Bahasa latinnya Macrocephalon maleo. Ukuran tubuh burung ini  55-60 cm, kira-kira lebih besar sedikit dari ayam. Burung ini bertanduk, ekornya lebar, bulunya hitam kecoklatan dan pada bagian perut bulunya berwarna putih kemerah jambuan. 

Muka kuning gundul, kaki tungkainya berwarna abu-abu. Kalau masih anakan, burung Maleo, mahkota abu-abu kekuningan tua dan belum betanduk.

Dulunya burung ini ada di hampir seluruh pulau Sulawesi sehingga memiliki nama lokal yang berbeda-beda. Misalnya di Gorontalo, penduduk menyebutkan "Panua" dan di sana ada satu Cagar Alam yang dinamai berdasarkan nama lokal burung ini yakni Cagar Alam Panua. Lokasinya di Kabupaten Pohuwato, Propinsi Gorontalo.

Apa uniknya Burung Maleo?

Dalam kesehariannya, burung ini lebih banyak mencari makan di lantai hutan sementara jenis burung lain banyak terbang ke sana kemari, hinggap dan bersarang di pepohonan.

Burung ini terbilang romantis karena kemanapun selalu berdua dengan pasangannya.  Jika salah satu pasangannya mati, jantan atau betina, burung maleo tidak akan lagi mencari pasangan baru sampai mati. Betul-betul setia, bukan? Menurut peneliti burung Maleo, Zibran Poli, dkk yang dikutip dari Mongabay, ketika maleo betina hendak bertelur pemilihan tempat bertelur dilakukan oleh betina sedangkan jantannya mengikutinya saja sambil mengawasi situasi sekitar jika ada ancaman atau marabahaya.

Telur burung maleo dipindahkan ke lokasi penetasan guna membuat populasi burung maleo tidak terus mengalami penyusutan (Foto: Marahalim Siagian)
Telur burung maleo dipindahkan ke lokasi penetasan guna membuat populasi burung maleo tidak terus mengalami penyusutan (Foto: Marahalim Siagian)

Burung maleo tidak mengerami telurnya agar menetas seperti jenis burung pada umumnya. Namun, menggunakan panas bumi atau menggunakan panas yang dikandung oleh pasir pantai yang menyerap panas dari sinar matahari. 

Jika burung lain membuat sarang untuk bertelur, burung maleo malah mengubur telurnya. Telur burung maleo itu sangat besar, kira-kira sebesar telur angsa. Jika dibandingkan dengan angsa, burung maleo lebih kecil sehingga ada mitos bahwa segera setelah maleo betina bertelur, langsung pingsan. Namun, hal ini telah dibantah oleh peneliti.

Segera setelah mengubur telurnya dalam tanah yang mengandung panas bumi atau di pasir pantai yang hangat, pasangan burung maleo kembali ke hutan. Dengan demikian, jika burung maleo hendak bertelur, ia akan mencari tempat berbeda dari tempat dimana biasanya burung ini mencari makan. Hal inilah yang membuat maleo betina sangat berhati-hati dalam menentukan lokasi bertelur. 

Demi menjaminkan keamanan telurnya, maleo betina biasanya mengawasi tempat itu dulu beberapa saat dari atas pohon atau jika berada di tepi pantai yang ada penduduk, burung maleo mencari tempat yang dianggapnya akan aman dari pemburu telur. Pemburu telur itu bisa ular, biawak, bahkan manusia.

Keunikan lain burung maleo adalah, burung ini endemik Sulawesi, burung ini hanya ada di Sulawesi dan di Sulawesi keberadaannya hanya tersisa di beberapa tempat saja, tidak sebanyak dulu lagi.

Ancaman Burung Maleo

Menurut IUCN badan dunia yang membuat pemeringkatan status keterancaman spesies hewan meyebutkan burung maleo mengalami penurunan yang sangat cepat yang diproyeksikan akan terus berlanjut berdasarkan tingkat eksploitasi serta penurunan luas dan kualitas habitatnya. IUCN memasukkan burung maleo dalam red list dengan status endagered (terancam punah).

Salah satu yang disinyalir membuat populasi maleo semakin sedikit di alam karena telurnya dimakan hewan predator atau diambil oleh tangan jahil manusia. Perburuan telur burung maleo oleh manusia dilatarbelakangi oleh adanya mitos bahwa telur burung maleo bisa menjadi obat kuat dan lainnya. 

Belum selesai disitu. Jika telur maleo aman sampai menetas, si anak harus berdikari sendiri untuk hidup atau mencari induknya. Apakah anak burung maleo akan bertemu dengan induknya setelah menetas? Belum ada yang dapat memastikan hal itu. 

Selama masa anakan ini, hidup burung maleo juga rentan dari hewan predator. Menurut Marahalim Siagian, aktivis lingkungan konservasi di Birdlife Indonesia, 'feeding area' atau daerah mencari makan burung maleo dengan 'nesting area' daerah bertelurnya terpisah. 

Dalam pengamatannya di  Cagar Alam Panua, disebutkan, ancaman burung maleo selain perburuan telur oleh manusia serta hewan predator (ular, biawak, elang). 

Segera setelah menetas, anakan burung maleo harus berjuang untuk hidup mulai dari tepi pantai, melewati hutan bakau yang banyak hewan predatornya, hingga menyeberangi jalan trans Sulawesi yang padat kendaraan agar dapat menjangkau hutan tempatnya hidup dan mencari makan serta berkembang biak kelak, jika selamat.  

anak burung Maleo (Maleo Senkawor) yang baru keluar dari dalam pasir pantai di Sulawesi Tengah, Indonesia/Sumber foto Riza Marlon
anak burung Maleo (Maleo Senkawor) yang baru keluar dari dalam pasir pantai di Sulawesi Tengah, Indonesia/Sumber foto Riza Marlon

Anak Burung Maleo/foto Marahalim Siagian
Anak Burung Maleo/foto Marahalim Siagian

Saat ini, jumlah burung maleo di alam diperkirakan hanya 8.000-1.400 ekor di seluruh dunia dan dengan ancaman yang terus berlanjut, bisa jadi, anak cucu kita tidak pernah melihat salah satu penghuni bumi ciptaan Tuhan ini. 

Harapan untuk Burung Maleo

Telur burung maleo yang diamankan dengan cara memindahkannya dari alam lalu ditempatkan ke fasilitas penetasan guna meningkatkan angka kelahiran anak burung maleo (foto: Marahalim Siagian)
Telur burung maleo yang diamankan dengan cara memindahkannya dari alam lalu ditempatkan ke fasilitas penetasan guna meningkatkan angka kelahiran anak burung maleo (foto: Marahalim Siagian)
Dengan peringatan hari burung Maleo sedunia hari ini, diharapkan kepedulian masyarakat luas meningkat. Dengan meningkatkan kepedulian manusia atas keselamatan burung super langka ini,  akan mencegahnya dari jurang kepunahan. 

Caranya antara lain tidak merusak habitat hidupmya, menghentikan perburuan telur burung maleo, serta mendukung upaya konservasi burung maleo yang dilakukan dengan cara pengoperasian fasilitas penetasan telur burung maleo yang dipindahkan dari alam guna membuat angka kelahiran anak burung maleo dapat meningkat.

Bacaan:

Fatmi Sunarya, 21 November 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun