Saya tiba-tiba kesengsem dengan beberapa artikel yang membahas tentang artikel utama yang susah digapai. Artikel utama alias headline, yang saya ucap jadi hetlen (karena ini artikel humor).
Katanya (bukan kata saya lho), kok yang dapat artikel utama orangnya itu-itu saja, ada artikel bagus kok ngga hetlen, dan lain sebagainya.Â
Lalu saya menghubungi sahabat saya yang langganan hetlen, ingin berdiskusi kenapa puisi picisan punyaku tak hetlen.
"Bang, gimana pendapat abang tentang puisi-puisiku, kenapa jauh dari jangkauan sinyal hetlen?" tanyaku dag dig dug.
Lho kok dag dig dug? Â Maklum si abang agak galak rupanya.
"Ah, puisimu itu tidak pernah klimaks!" jawaban ketus si abang.
Fatmi mengetik...klimaks kbbi, enter. Karena daku lugu, tak tahulah artinya klimaks.
"Dongok kali lah, masa klimaks ngga tahu artinya, maksudku puisimu itu tidak pernah sampai pada kepuasan pembaca, gantung," urai si abang.
Aku mulai bingung, puisi kek mana rupanya yang bisa klimaks. Padahal aku sudah bersemedi, bermeditasi mencari inspirasi.
"Gini saja bang, aku bikinkan puisi lalu abang yang periksa, biar jadi hetlen," usulku.
Si abang manggut setuju. Begitulah, tiga hari tiga malam, bait demi bait tersusun indah. Wah bakal hetlen kayaknya. Setelah melalui si abang sang editor, puisinya tayang. Untung dapat label pilihan, kalau tidak bikin malu saja.
1 jam kemudian, 2 jam kemudian, 3 hari kemudian, 7 hari kemudian puisi tetap manis tersenyum dilabel pilihan.
"Bang, puisinya ngga hetlen tuh, ngga klimaks gimana lagi coba," aku berkeluh kesah.
"Sudahlah, kau tulis sajalah puisi-puisi segerobak, siapa tahu ada yang nyantol di hati admin," si abang pasrah juga rupanya.
Hetlen, jauh di mata, hanya bikin dag dig dug  di hati.
Jadi, tulislah apa yang ingin anda tulis, tuangkanlah segala ide, jangan pedulikan label. Mau pilihan, mau hetlen, jangan dipikirkan. Hetlen jangan bikin semangat kendor, hetlen tak akan membunuhmu eh semangat menulismu.Â
So, jangan lunglai jika headline tak tergapai. Wokeh....
FS, Oktober 2021