Naik, naik ke puncak gunung
Tinggi, tinggi sekali
Kiri, kanan, kulihat saja
Banyak pohon cemara
Siapa yang hobby mendaki gunung atau hiking? Mendaki gunung jika sudah hobby sangatlah menyenangkan. Walaupun banyak yang bilang, bikin capek badan saja.Â
Perjuangan mendaki dan mencapai puncak itu rasanya sangat luar biasa. Kala sampai ke puncak rasa lelah terbayar dan langsung hilang. Mendaki gunung atau hiking juga termasuk olahraga lho.
Saya pertama kali mendaki gunung ketika masih muda belia penuh pesona. Saat itu belum pernah sekalipun mendaki dan langsung menjajal Gunung Kerinci dengan ketinggian 3.805 mdpl. Apa bisa?
Bermula rencana tahun baru di Gunung Kerinci. Satu kantor dibujuk-bujuk supaya semua ikut mendaki. Pokoknya yang perempuan ditunggui, dipandu kalau perlu digendong, harus bisa sampai puncak.Â
Begitulah, dengan dipandu para senior diantaranya mas Handiman Rico, mas Khusnul Zaini berangkatlah satu rombongan kantor. Pertama kali mendaki gunung dan capeknya tidak ketulungan. Untunglah perjalanan lancar dan tanpa kendala.
Selanjutnya, saya beberapa kali mendaki Danau Gunung Tujuh dengan ketinggian puncak 2.000 mdpl. Pendakian terakhir tahun 2017, saya mulai merasa agak kurang fit dalam mendaki. Mulai mudah menggigil jika udara dingin di puncak, dan tentu saja gampang sesak nafas.Â
Beberapa masalah kesehatan yang muncul ketika mendaki gunung adalah hipotermia dan juga acute mountain sickness (AMS) yang disebabkan olah penurunan kadar oksigen dan tekanan udara saat mendaki ke tempat yang lebih tinggi.
Saya jadi tidak berani hiking lagi. Karena beberapa literasi yang saya baca, risiko mendaki gunung juga berbahaya. Pada ketinggian akan mengurangi jumlah darah yang dipompa jantung ke seluruh tubuh setiap detak.Â
Pendaki gunung rentan akan penurunan fungsi jantung. Pada saat kita mendaki akan terasa kekurangan oksigen dan mengalami peningkatan tekanan udara di paru-paru. Sistem aliran darah menjadi tidak lancar menyebabkan fungsi jantung terhambat.Â