Apakah saya perempuan? Jelas iya. Tapi ada beberapa ketrampilan perempuan yang tidak bisa saya lakukan. Lho biasa sajalah, banyak juga lelaki tidak bisa melakukan pekerjaan lelaki umumnya. Contohnya ada lelaki yang takut sama tikus, ngusir tikus kagak berani.
Menjelang lebaran saya jadi ingat suatu kisah, saya mulai dikata-katain bukan perempuan gegara ngga bisa bungkus parsel. Pada dulu kala, saat gratifikasi belum dilarang, kantor NGO (LSM) kami yang hit, selalu mengirim parsel lebaran ke pejabat yang punya hubungan kerjasama. Misalnya mengirim parsel untuk Bapak Bupati, Bapak Sekda, Kepala Kehutanan dan lain-lain.
Kami, para perempuan ditugaskan membungkus parsel. Tahu ngga, saya malu banget parsel saya yang paling jelek bin kusut. Ibu Kepala Bagian Administrasi yang galak bilang, kalau ikatan pita saya kayak ngikat kaki ayam. Huff.
"Jangan suruh Fatmi bungkus parsel, kado, merangkai bunga" ancam Ibu ADM pada teman-teman.
"Jelek, ngga ada seninya," lanjutnya.
Jadi jika perempuan pada sibuk ngurus parsel, saya segera melimpir main catur sama rekan pria atau mendengar cerita mereka tentang hutan dan keajaibannya.
Untunglah mereka sudah seperti saudara sendiri, dan saya boneka yang manis, lucu yang tidak boleh dimarahi bagi mereka.
Setiap orang punya kelebihan maupun kekurangan. Walaupun saya banyak kurangnya tapi dalam pekerjaan kantor saya cepat bin sigap dibandingkan para perempuan pembungkus parcel yang lelet. Mereka lebih banyak ngobrol daripada kerja.
Saya diam-diam juga belajar membungkus parcel tapi tetap hasilnya hancur, harus dimengerti seni tak bisa dipaksa. Yah begitulah, padahal sesuai "sampul" saya perempuan banget cuma agak tomboy. Pada suatu kesempatan lomba kuliner, saya juga cuma kebagian "jaga hidangan", bisa dilihat di foto artikel ini he he.
Ternyata, sampul buku tidak selalu sesuai dengan isi, mohon dimengerti. Jadi, jika ada yang meminta (lagi) membungkus parsel akan saya  tolak. Maaf, saya tidak bisa membungkus parsel.