Mohon tunggu...
MARITA RESTYANI
MARITA RESTYANI Mohon Tunggu... Wiraswasta - mahasiswa s1 Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah IBNU SINA

Marita Restyani, 23 tahun Lahir di Malang tepatnya sebuah desa kecil yang berada di kecamatan Ampelgading pada 08 maret 2000.Menghabiskan masa remajanya di Ponpes Alkhoirot Malang .Lulus MA mendedikasikan dirinya dengan mengabdi sebagai pengajar Madrasah Diniyah Alkhoirot dan Pengajar Madrasah Tsanawiyah Alkhoirot selama kurang lebih 3,5 tahun.Saat ini ia meneruskan S1-nya di STIT IBNU SINA Kepanjen - Malang, mengambil program Study Pendidikan Agama Islam. Di Pondok Pesantren Alkhoirot ia bertemu dengan para masyayikh dan guru yang dengan keikhlasannya mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat. Alkhoirot juga mengajarkan sebuah mantra sederhana “ Aku hafal aku lupa, aku tulis aku ingat, aku lakukan aku bisa.”. Selain menjadi Mahasiswa ia juga aktif menulis artikel- artikel sederhana di media kompasiana dan blog pribadi juga menjadi salah satu kontributor media Alkhoirot Putri . Tulisan adalah cara saya untuk mengungkapkan diri, memahami dunia, dan berkontribusi pada perbincangan global. Saya berharap bahwa tulisan-tulisan saya dapat membawa inspirasi dan refleksi kepada pembaca, serta mendorong mereka untuk berpikir lebih dalam tentang hal-hal yang penting dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mempopulerkan "Sastra Edukatif" di Tengah Gempuran "Sastra Sekuler"

21 Februari 2024   09:52 Diperbarui: 21 Februari 2024   10:06 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mempopulerkan " Sastra Edukatif" di Tengah Gempuran "Sastra Sekuler "

Oleh : Marita Restyani 

Pada mulanya sastra adalah edukatif atau mendidik. la menjadi media pendidikan keluarga, masyarakat, bangsa, dan bahkan negara (kerajaan). Seorang ibu me- nanamkan budi pekerti kepada anak-anaknya melalui dongeng menjelang tidur. Seorang kakek, atau tetua desa, mendongeng kepada anak-anak kampung untuk mengajar mereka bermasyarakat. Negara pun mengabadikan dongeng-dongeng untuk mendidik bangsa- nya. 

Di dunia Islam, tradisi sastra edukatif juga dikenal sejak lama, setua kelahiran fabel dan 'legenda Islami". Selain fabel dan legenda yang anonim dan hidup secara turun-temurun, semua karya sastra Islami-yang ditulis para sastrawan Muslim-pada umumnya juga bersifat edukatif. Dalam tradisi sastra sufi, misalnya, para tokoh dan guru tasawuf banyak memilih puisi dan kisah-kisah pendek sebagai media pengajaran sufisme.

 Salah satu 'genre sastra edukatif' yang sampai sekarang masih menarik untuk dibaca, karena banyak mengandung ajaran tentang kearifan tentang hidup dan kehidupan, adalah 'kisah-kisah teladan', baik yang diadaptasi dari hadis-hadis Rasulullah SAW., kehidupan para sufi dan ulama besar, maupun yang diadaptasi dari fabel dan legenda. 

Di tengah-tengah tradisi sastra kontemporer yang cenderung sekuler dan liberal (kurang mengindahkan aspek edukatif), kisah-kisah teladan dari dunia Islam itu masih mengisi rubrik-rubrik tertentu di berbagai media massa, dan diterbitkan menjadi buku oleh penerbit penerbit yang concern pada khazanah sastra Islam, karena nilai-nilainya yang luhur dan dapat menjadi sumber keteladanan bagi pembaca. Namun, buku-buku yang demikian jumlahnya masih sangat terbatas, dan belum seberapa jika dibandingkan dengan kelimpahan kisah- kisah teladan yang ada di dunia Islam. 

Penerbitan buku-buku seperti itu, jelas perlu terus digalakkan. Sebab, di tengah berbagai krisis nilai, terutama krisis budi pekerti, moral dan budaya, kisah-kisah keteladanan seperti itu dapat menjadi 'oase' yang menyejukkan sekaligus mencerahkan jiwa pembacanya.Publikasikan karya-karya tersebut bisa melalui berbagai media, baik cetak maupun daring, untuk mencapai khalayak yang lebih luas. Dengan begitu gerakan mempopulerkan sastra edukatif dapat mengurangi kelangkaan disamping sastra sekuler yg meluas cenderung liberal dan mengesampingkan budi pekerti, dan diharapkan masyarakat dapat kembali mengapresiasi dan menghargai sastra edukatif sebagai bagian yang tak terpisahkan dari warisan sastra, serta sebagai sarana pembelajaran dan refleksi nilai-nilai kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun