Mohon tunggu...
Fathatu Riskiyana
Fathatu Riskiyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sedang menempuh pendidikan S1 program studi Akuntansi Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Instrumen Derivatif: Perdebatannya dalam Pandangan Islam

22 Maret 2024   09:30 Diperbarui: 22 Maret 2024   09:41 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Instrumen derivatif mulai banyak dibahas dan dijadikan topik diskusi belakangan ini. Instrumen ini dianggap memiliki manfaat yang banyak bagi sebagian orang dikarenakan instrumen ini menawarkan beberapa manfaat, misalnya bisa melindungi nilai uang dan diversifikasi risiko. Akan tetapi, bagi sebagian yang lain, pertimbangan syariah menjadi hal yang penting, sedangkan instrumen ini menimbulkan rasa keraguan mengenai hukum diperbolehkannya dalam Islam.

Derivatif adalah kontrak keuangan - nilai inheren yang diturunkan dari, dan ada dengan mengacu pada, dasar yang ada secara independen (Dr. darmawan, M.A.B., 2022). Pada dasarnya, derivatif dapat diartikan sebagai perjanjian atau kontrak yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih. Tujuan dari kontrak tersebut adalah pembelian atau penjualan barang atau harta. Kontrak tersebut kemudian dapat digunakan sebagai objek pertukaran. Nilai dari kontrak tersebut harus disetujui oleh semua pihak, serta bisa dipengaruhi pula oleh harga atau nilai komoditas produk maupun aset.

Macam-macam perjanjian atau kontrak derivatif yang banyak digunakan, yaitu: 

  • futures: kontrak untuk mengirimkan atau menerima instrumen finansial atau komoditas pada tanggal tertentu di masa datang, dengan harga yang telah ditentukan pada waktu penanda tanganan kontrak.
  • forward: kontrak yang memberikan hak dan kewajiban kepada masingmasing pihak untuk membeli atau menjual suatu underlying assets pada harga jumlah dan tanggal tertentu di masa yang akan datang sesuai dengan kontrak 
  • option  : kontrak yang memberikan hak bukan kewajiban, kepada pemegangnya untuk melakukan tindakan tertentu. 
  • swap: transaksi antara dua belah pihak untuk membeli dan menjual sejumlah nominal mata uang dengan mata uang yang lain atau terhadap suku bunga. 

Adapun dalam pandangan Islam, ada beberapa pandangan untuk menanggapi instrumen ini, ada yang jelas-jelas haram (melanggar hukum) karena cacat pada aset yang mendasari atau kontrak itu sendiri. Namun, ada turunan lain yang didasarkan pada instrumen ekuitas dan benda halal yang perlu banyak mendapat perhatian para ulama (Husni Shabri, 2022).

Beberapa aspek utama yang diperdebatkan dalam konteks syariah dalam instrumen derivatif, di antaranya:

  • Gharar (Ketidakjelasan), sebuah konsep yang berakar pada keuangan Islam, mengacu pada ketidakpastian atau ambiguitas dalam suatu transaksi. Dalam konteks derivatif keuangan, gharar dapat timbul karena ketidakjelasan aset dasar, harga, atau kewajiban penyerahan. Salah satu sumber utama gharar adalah kurangnya informasi atau transparansi mengenai aset yang mendasarinya. Dalam hadis disebutkan bahwa “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli al-hashah dan jual beli gharar” (HR. Muslim)
  • Riba (Bunga), Pelarangan riba secara tegas terdapat dalam Al-Qur’an (QS: 2 :275-279), pada hakikatnya merupakan pelarangan terhadap transaksi maya atau derivatif . Firman Allah, “Allah menghalalkan jual-beli (sektor riel) dan mengharamkan riba (tranksaksi maya)”.
  • Maisyir (Judi) adalah kegiatan bisnis yang berbentuk judi dan spekulasi. Spekulasi selalu terjadi di pasar modal dalam bentuk short selling dan margin trading. Allah berfirman dalam Al-Qur'an, "Wahai orang-orang yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung." (Al-Maidah:90)

Sebagai contoh, penerapan kontrak futures and forwards saat ini di pasar keuangan tidak diperbolehkan dan dianggap sebagai kontrak terlarang. Kajian Injadat (2014) menemukan bahwa futures and forwards mengandung sejumlah unsur terlarang dalam hukum Islam, terutama perjudian dan spekulasi yang merugikan, ditambah sejumlah gambar beberapa unsur terlarang seperti gharar (ambiguitas), riba (bunga) yang masih dalam lingkaran perdebatan di kalangan cendekiawan muslim.

Pedebatan ini tidak lepas dari adanya perbedaan konsep keuangan dalam Islam. Konsep uang dalam keuangan Islam adalah uang sebagai alat tukar dan bukan komoditas yang diperdagangkan. Di samping itu, Islam membolehkan pembelian dan penjualan komoditas baik secara tunai atau tunda.   

Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dalam penggunaan transaksi derivatif pada produk keuangan syariah masih belum sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Produk derivatif tidak merinci transaksi pasti, yang kemudian akan dimasukkan dalam kategori gharar. Namun, transaksi derivatif diperbolehkan untuk melakukan lindung nilai (hedging) sesuai prinsip syariah untuk mengurangi risiko transaksi valuta asing berbasis permintaan (lihajjah) dan memberikan manfaat bagi investor dan perekonomian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun