Mohon tunggu...
fathor rasi
fathor rasi Mohon Tunggu... -

Fathor Rasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tonny Abbott, "Ancaman" bagi Asia dan ASEAN?

16 Februari 2014   14:29 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:46 6
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Tidak ada negara yang lebih penting bagi Australia daripada Indonesia. Jika kita gagal untuk mendapatkan hubungan ini dengan benar, memelihara, dan mengembangkannya, maka seluruh jaringan hubungan luar negeri kita tidak lengkap...”

Paul Keating (PM Australia 1991-1996).

Saat Paul Keating Memimpin Autralia, semua kebijakannya diarahkan kepada kepentingan bersama negara-negara ASEAN, sebagai negara-negara penyanggah Australia terutama Indonesia, bukan justru berkonflik dan terus memprovokasi negara-negara tetangganya. P. Keating sadar betul bahwa secara geografis dan geopolitik, yang mulai bergeser dari Eropa-Ke Asia, harus ada penyesuaian sehingga kehadiran dan pergaulannya dengan komunitas masyarakat asia diterima dengan tangan terbuka.

Mari kita hadirkan kenangan lama RI-Australia itu dalam konteks kekinian, yaitu sejak isu “penyadapan” atas para petinggi RI termasuk terhadap Ani Yudoyono sebagai Ibu Negara, yang juga terjadi pada Obama-Merkel, kejadian serupa ini disebut sebagai “Breach of Trust” berkaitan erat dengan etika “hubungan internasional”. Penyadapan adalah titik awal ketegangan JKT-Canberra dan keengganan Abbott untuk mengucap kata “maaf” adalah pembuka retaknya rasa saling percaya sehingga hubungan kedua negara nyaris putus.

Mengapa Abbott enggan menyampaikan kata maaf mewakili Australia? Bukankah sikap ini sangat membahayakan Benua Australia yang jika menggunakan logika Geografi mestinya dihuni oleh “ras” keturunan Asia? Bukankah benua itu hanya semata “hadiah” sebab kecelakaan sejarah? Dan apa yang sebenarnya membuat pemerintahan Abbot merasa lebih dihormati, apakah prestasi ekonomi, politik dan budayaan?

Kebijakan Rezim Abbott sebenarnya banyak menuai kritik, baik dari raknyatnya maupun media-media di sana, termasuk The Sydney Morning Herald (Feb/6) dan Australian Broadcasting Corporation (ABC). Kedua media tersebut menelanjangi tindak kekerasan Angkatan Laut Australia yang bertugas saat itu, termasuk menendang para pengungsi, diberitakan bahwa mereka hanya diperbolekan buang air kecil sekali sehari di kapal AL australia tersebit, merampas kapal para mereka kemudian menyeret mereka ke laut dengan dipindahkan ke sekoci kecil yang mereka, pemerintah Aussie, beli dari Singapore dan mereka ditemuka terdampar di pesisir pulau jawa. Bahkan para jurnalist Aussie melaporkan bahwa dua pengungsi dinyatakan meninggal. Lebih dari itu berdasarkan versi korban, bahwa Kapal-kapal pasukan Angkatan Laut sengaja mematikan lampu kapal pada malam hari agar mereka benar-benar mulus memasuki perairan Indonesia.

Dari perspektif pertahanan, Tonny Abbott yang menakodai Australia saat ini merasa percaya diri sebab hingga saat ini, benua yang dihuni mayoritas westerners tersebut, masih menerima suplemen kenyal dari Eropa khususnya dari USA. Aussie seolah bayi mungil AS akan terus melindunginya dengan membangun pangkalan militer dan menyebar 2500 Angkatan Laut yang disebar di Darwin. Selai itu, ekspresi bangga sebab menjadi “entitas Barat” pernah dinyatakan Bobb Carr, Menteri Luar Negeri Australia, saat interview dengan The Straits Times (Juli/6) tanpa ragu menyatakan bahwa “....Bahasa, Institusi-instiutsi, Nilai-nilai, tidak bisa disangkal bahwa Australia sepenuhnya (copy paste) Barat, dan kita perlu minta maaf akan hal itu. Dan itulah kita yang sebenarnya”.

Ya, itulah kebijakan blunder T. Abbott sebab perubahan geopolitik dan ekonomi global telah bergeser secara signifikan. Takdir geografi dan geologi Australi mestinya disesuaikan dengan zaman. Apa yang dipaparkan oleh Kishore Mabubani, Dekan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, adalah benar adanya bahwa AS akan menjadi nomor 2 dalam berbagai sektor, maka eksistensi Westeners di komunitas Asia tersebut akan terancam. Jika anda tidak percaya Lihat saja paparan statistik IMF yang menunjukkan bahwa berdasarkan PPP terms, Amerika memiliki 25% ekonomi global pada tahun 1980, waktu itu China hanya mempunyai 2.2%. Namun di tahun 2016 saham Amerika akan anjlok ke angka 17.6% sementara saham China akan menanjak ke level 18. Termasuk anggaran militer AS yang dipangkas sacara signifikan, sedangkan China justru melipat gandakan anggaran militernya.

Dari erspektif Ekonomi, Australia dan RI adalah sama-sama anggota G-20 namun muncul dari sebab yang berbeda. Menurut Kishore, keanggotaan Aussie di G-20 terkait dengan kalkulasi GNP yang oleh Larry Summers dan Paul Martin pada tahun 1999, yaitu pada saat kekuatan Barat masih bertengger di puncak. Keaggotaanya seolah muncul bukan karena pretasi, namun sebab kong-kalikong dengan Eropa. Sedangkan ekonomi RI saat itu memang di atas angin bersamaan dengan momentum “Asian Century” menyusul Brazil, sehingga kemudian dipertimbangkan untuk menjadi anggota G-20.

Sebab itu Rakyat Indonesia tidak perlu terkejut jika mereka terus berulah dan memprovokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kita maklumi saja, mungkin sebab T. Abbott merasa ras yang unggul apalagi memang bukan anak kandung Asia maupun ASEAN. Kita tidak perlu mengerdilkan diri sebab saat ini kita berada pada “Asian Century” sebagai magnet ekonomi dunia terutama dalam bidang investasi, dan RI harus memperkuat diri demi menyongsong momentum Asian tersebut.

Kita tidak perlu marah maupun gerah jika T. Abbott tidak mau meleburkan diri kedalam “kultur” RI dan ASEAN khusunya dan Asia pada umumnya, Provokasi apapun termasuk apa yang disebut “The Breach of Trust”, dilanggarnya kepercayaan dan kesepakatan, tidak perlu kita anggap serius. NKRI mestinya bangga terutama pemimpinnya, sebab kita kokoh dan kuat tanpa suplemen apapun dari Eropa maupun Amerika, justru mereka mencongkel kekayaan Ibu Pertiwi tercinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun