Curiosity will kill you ! Bener juga tuh pepatah kayaknya. Setiap kali lewat Mesjid Kubah Emas, yang paling menggelitik rasa penasaranku adalah... siapakah Dian al Mahri? Sudah bertahun-tahun kepenasarananku itu tak pernah terjawab. Aku pernah beberapa kali mengontak sekretariat Mesjid Kubah Emas dan 'panitia-panitia' lain yang kemungkinan bisa menghubungkanku pada sosok itu untuk sebuah wawancara... tetapi semuanya nihil. Dia layaknya sosok misterius, mistis dan mungkin juga fiktif. Bagiku, segala sesuatu cuma 'konon' dan fiktif kalau tak pernah disaksikan oleh mata kepala sendiri walaupun prinsip keislaman dan keimanan terlepas sama sekali dari 'seeing is believing'. Tetapi karena sosok Dian Al Mahri bukan salah satu Rukun Islam ataupun Rukun Iman, maka aku merasa butuh melihat sosok itu dengan mata telanjang, mata kasat dan mata kepala sendiri. [caption id="attachment_319634" align="alignnone" width="642" caption="Istana Dian Al Mahri, terletak di depan mesjid Kubah Emas."][/caption] Pernah, suatu kali ketika aku masuk ke kompleks Mesjid Kubah Emas, aku bertanya pada salah satu personil pengelola, "Bisakah saya bertemu dengan Ibu Dian Al Mahri? Saya sangat tertarik untuk membuat tulisan tentang beliau..." "Tak bisa," pendek sekali jawabannya. "Di mana beliau tinggal?" tanyaku lagi. "Di rumahnya, rumah yang besar itu depan masjid." Ketika aku berdiri di depan gerbang 'istana' Dian Al Mahri itu... aku kehilangan kata-kata. Benakku saja yang cas cis cus berkomentar. Gilaaa... desisku. Rumah megah dan besar itu sangat 'unfriendly'. Nyali 'usil'ku lebih berani menerobos barikade pengawal presiden dan lompat pagar Istana Merdeka daripada coba-coba menerobos istana megahnya Dian Al Mahri. Entah kenapa. Tetapi ada sebuah rasa yang tak bertemu. Sebuah dunia yang berdimensi beda. Pagarnya beton tinggi layaknya benteng kokoh. Itu adalah wujud fisiknya. Wujud mistisnya adalah...  ada terasa lapisan energi pengaman yang sangat kuat sehingga siapapun mungkin tak pernah terpikir untuk melintasinya ataupun masuk ke dalamnya. Kesan ini sangat berbeda pula dengan aura Istana  Bogor yang justeru sangat alami dan 'welcoming'. Masyarakat bisa masuk ke komplek Kebun Raya Bogor dan menikmati seluruh keindahan peninggalan Kerajaan Padjadjaran itu dengan riang dan tenang. Bahkan bisa memandangi secara puas bangunan Istana tanpa jiwa merasa terancam. [caption id="attachment_319639" align="alignright" width="300" caption="Mesjid Kubah Emas dipotret dari dalam kompleks."]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H