Mohon tunggu...
Dulz.. fatah
Dulz.. fatah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

seorang mahasiawa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengetahui Dinasti Politik Negara

4 Juli 2024   18:20 Diperbarui: 4 Juli 2024   18:20 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Politik memainkan peran penting dalam perkembangan suatu bangsa dan negara. Dinamika politik yang positif dan konstruktif dapat membawa kemajuan bagi negara, sementara dinamika politik yang negatif dapat melemahkan suatu negara. Salah satu dinamika politik di negara Indonesia adalah dinasti politik. Dinasti politik merupakan sebuah rangkaian strategi untuk mempertahankan kekuasaan dengan cara menempatkan anggota keluarga atau kerabat dekat dalam posisi-posisi formal (seperti pemerintahan) maupun informal (seperti bisnis atau proyek). Dinasti politik ini telah lama ada di negara dengan sistem demokrasi. Situasi seperti ini menimbulkan kekhawatiran tentang ketidakmerataan dalam distribusi kekuasaan politik, yang mungkin mencerminkan kelemahan dalam sistem perwakilan politik yang demokratis,  di mana kekuasaan menghasilkan kekuatan.

Dinasti politik mempunyai dampak negatif bagi suatu negara. Salah satunya adalah penyalahgunaan kekuasaan, dinasti politik berpotensi menambah risiko penyalahgunaan kekuasaan, di mana sumber daya negara dan fasilitas pemerintah dimanfaatkan untuk mempertahankan kekuasaan dalam satu keluarga. Selain itu dinasti politik menyebabkan kasus korupsi dan nepotisme. Karena kecenderungannya menempatkan anggota keluarga atau teman dekat pada posisi strategis, tanpa meperhatikan kualifikasi dan integritas. Hal ini yang menyebabkan persaingan dalam politik menjadi tidak sehat dan merugikan negara, karena jabatan-jabatan penting dalam negara diisi oleh orang yang terdekat bukan orang paling tepat. Dengan begitu, mewujudkan cita-cita demokrasi menjadi sulit karena pemerintahan yang baik dan bersih (clean and good governance) tidak tercipta. Pengawasan terhadap kekuasaan menjadi lemah dan tidak efektif, sehingga membuka peluang terjadinya penyalahgunaan kekuasaan seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Dinasti politik terbentuk karena beberapa faktor. Salah satu faktor utama adalah kekuatan dan pengaruh besar yang dimiliki oleh pemimpin yang berkuasa. Mereka memiliki akses ke sumber daya yang dapat digunakan untuk mempertahankan dan memperluas kekuasaan, seringkali dengan melibatkan anggota keluarga. Di negara-negara dengan institusi demokrasi yang lemah atau korup, dinasti politik lebih mudah terbentuk karena minimnya tantangan yang signifikan.

Budaya politik dan sosial juga berperan penting. Dalam beberapa budaya, ada kecenderungan untuk mempercayai dan mendukung kepemimpinan keluarga tertentu secara turun-temurun, dengan keyakinan bahwa mereka memiliki pengalaman dan jaringan yang lebih baik. Selain itu, kurangnya pendidikan dan kesadaran politik di masyarakat dapat membuat pemilih lebih memilih kandidat dari keluarga yang sudah dikenal daripada mencari alternatif yang lebih kompeten.

Keuntungan ekonomi juga mendorong terbentuknya dinasti politik. Anggota keluarga yang berkuasa sering memanfaatkan posisi mereka untuk memperoleh keuntungan ekonomi, yang kemudian digunakan untuk mendanai kampanye politik dan mempertahankan kekuasaan. Jaringan dan aliansi politik yang kuat dari keluarga yang berkuasa juga membantu dalam menekan atau mengalahkan pesaing politik.

Beberapa pemilih mungkin melihat dinasti politik sebagai cara untuk memastikan kontinuitas dan stabilitas, terutama jika mereka merasa bahwa pemimpin sebelumnya telah berhasil. Terakhir, pengaturan hukum yang mendukung juga mempermudah terbentuknya dinasti politik. Di beberapa negara, hukum dan peraturan politik dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan anggota keluarga untuk menggantikan posisi pemimpin sebelumnya, tanpa adanya batasan yang ketat mengenai masa jabatan atau konflik kepentingan.

Dinasti politik telah berkembang sejak lama di Indonesia khususnya di level daerah. Keluarga yang paling sering terpilih dalam pemilu lokal atau daerah adalah Ratu Atut Chosiyah, mantan Gubernur Banten. Tubagus Chasan, ayah Ratu Atut, adalah pendiri dinasti politik ini. Tubagus aktif dalam partai Golkar, yang kemudian dimanfaatkan oleh anak-anaknya sebagai wadah untuk terjun ke dunia politik. Setelah menjabat sebagai wakil gubernur Banten pada 2002, Ratu Atut memenangkan pemilihan kepala daerah Banten pada 2006 dan 2011. Keluarga Ratu Atut, termasuk ibu tirinya, mertua, suami, saudara laki-laki, dan anak-anaknya, mengikuti jejak politiknya.

 Suami Ratu Atut, Hikmat Tommet, terpilih sebagai anggota DPR RI untuk periode 2009-2014. Anak pertama Ratu Atut, Andika Hazrumy, menjabat sebagai Wakil Gubernur Banten dari 2017 hingga 2022. Anak keduanya, Andiara Aprilia, menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Banten periode 2019-2024. Menantu Ratu Atut, Tanto W, dilantik sebagai Wakil Bupati Pandeglang periode 2015-2020. Menantu lainnya, Ade Rossi Khaerunisa, menjadi anggota DPRD Kota Serang. Adik Ratu Atut, Ratu Tatu Chasanah, menjabat sebagai Bupati Serang dari 2015 hingga 2020. Adik tirinya, Tubagus Haerul Jaman, menjadi anggota DPR RI periode 2019-2024. Ratu Ria Maryana, adik tiri lainnya, menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Kota Serang dan Ketua DPD Golkar untuk periode 2020-2025.

Dari dinasti politik, Ratu Atut terjerat dua kasus korupi. Yang pertama adalah Atut bersama dengan adiknya yaitu Tubagus Chaeri Wardana, menyuap Akil Mochtar selaku Ketua Mahkamah Konstitusi. Kasus ini terungkap dalam OTT KPK pada 2013 silam. Kasus yang kedua yaitu kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di Pemprov Banten yang merugikan negara Rp 79 miliar. Selain kasus dinasti Ratu Atut juga terdapat banyak kasus seperti dinasti Fuad di Bangkalan, dinasti Rita Widyasari di Kutai Kartanegara, dan masih banyak lagi.

Dari kasus di atas tentu akan merugikan banyak pihak mulai dari kasus korupsi yang merugikan milyaran hingga triliunan uang negara dan nepotisme yang menyebabkan persaingan dalam politik menjadi tidak sehat dan merugikan negara.

Jika politik dinasti tetap tumbuh dalam lingkungan pemerintahan di Indonesia maka akan sulit untuk mencapai harapan mewujudkan cita-cita luhur sistem karena bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun