Mohon tunggu...
Fata Azmi
Fata Azmi Mohon Tunggu... Guru - Belajar, Berlilmu, Bermanfaat

Guru Sekolah Dasar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menentang Status Quo

18 Januari 2024   09:37 Diperbarui: 18 Januari 2024   09:40 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam struktur kehidupan, ketidakseimbangan antara kekuasaan dan dialog dapat menjadi akar dari konflik yang merusak. Kita sering kali melihat penekanan pada dominasi dan kendala hadirnya percakapan yang sehat. Pada titik ini, kebijakan yang berorientasi pada kekuasaan seringkali menggantikan ruang untuk berdialog dan meresapi sudut pandang yang berbeda.

Begitu juga, ketidakseimbangan ini dapat menimbulkan letupan kecil yang terabaikan, yang lambat laun dapat berkembang menjadi letusan besar yang memporak-porandakan. Penting bagi kita untuk memahami bahwa kekuasaan yang tidak diimbangi dengan pendekatan dialogis dapat menciptakan suasana yang tidak sehat dan berisiko tinggi. Alarm bahaya perlu dinyalakan, dan kita tidak boleh mengabaikan tanda-tanda yang muncul. 

Rotasi kekuasaan  adalah aspek penting dalam perkembangan suatu entitas, apakah itu dalam bentuk komunal  atau individu. Mereka yang terlalu yakin bahwa mereka tidak bisa tergantikan menghadapi risiko terhinakan oleh waktu. Kesiapan untuk belajar, berkembang, dan beradaptasi dengan perubahan adalah sifat yang membedakan antara keberlanjutan dan stagnasi.

Penting bagi kita untuk mengakui bahwa ketidak-tahuan bukanlah kelemahan, melainkan panggilan untuk belajar. Rasa ingin tahu dan keberanian untuk bertanya adalah pondasi dari pertumbuhan intelektual dan kemajuan masyarakat. Ketika kita memanifestasikan ketidaktahuan sebagai kesempatan untuk belajar dan berubah, kita membuka pintu menuju perkembangan yang berkelanjutan.  Kita harus melawan kecenderungan untuk menyembunyikan ketidak tahuan di balik kedok pengetahuan palsu. 

Dogma sering kali menjadi penjara pikiran yang menghambat kemajuan. Kebuntuan dalam berfikir dan bertanya muncul ketika dogma-dogma ini tidak dipertanyakan. Kita perlu mengidentifikasi dan mengatasi dogma-dogma ini untuk membebaskan potensi diri dan masyarakat dari pembatasan yang tidak perlu. Emosi tidak boleh mengalahkan kognisi, dan kita perlu berani menantang status quo. 

Merdeka sejati bukan hanya terletak pada pembebasan dari tekanan fisik, tetapi juga pada pembebasan dari penindasan pikiran. Polemik dan dinamika masyarakat harus dirayakan sebagai bagian dari dinamika zaman. Kejujuran dan kemurnian hati adalah kunci untuk menangani persoalan dengan cara yang efektif dan adil.

Akhirnya, kita perlu mempertanyakan arah yang telah kita ambil. Apakah kita telah tersesat terlampau jauh? Kita harus terus mencari jalan yang benar, membuka mata, dan memastikan bahwa langkah-langkah yang diambil sesuai dengan nilai-nilai yang benar dan tujuan yang baik. Dengan begitu, kita dapat mewujudkan kebebasan sejati dan mencegah kekacauan yang dapat terjadi akibat kurangnya introspeksi dan kebijaksanaan.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun