Mohon tunggu...
Fasta Biqul Choirul
Fasta Biqul Choirul Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa Fakultas Hukum

INFJ

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Revisi Undang Undang ITE: Keberuntungan atau Kesialan?

18 Desember 2022   23:16 Diperbarui: 18 Desember 2022   23:18 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada 2015 Tujuh tahun belalu sejak Presiden Joko Widodo secara resmi mengajukan perubahan UU ITE ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Revisi UU ITE merupakan kewajiban pemerintah untuk menjawab aspirasi masyarakat yang menginginkan perubahan sejumlah regulasi yang berpotensi membatasi kebebasan berekspresi melalui sistem elektronik.

Tujuan utama revisi adalah untuk mengurangi ancaman pidana pencemaran nama baik. "Pemerintah mengusulkan pengurangan hukuman dari semula 6 (enam) tahun menjadi 4 (empat) tahun, sehingga tidak perlu dilakukan penahanan, sedangkan denda dari semula 1 miliar menjadi 750 juta" ujar Menkominfo. 

Selain itu, dilakukan revisi juga untuk mempertegas bahwa Pasal 27 ayat (3) merupakan tindak pidana pelaporan, sehingga harus ada laporan atau pengaduan dari korban pencemaran nama baik. "Sebelum mereka diproses oleh penyidik."

Pemerintah pun mengusulkan revisi UU ITE secara terbatas salah satunya terhadap Pasal 27 Ayat (3) . Revisi terbatas ini dilakukan untuk menghilangkan multitafsir dan pasal karet dalam implementasi UU ITE.

UU ITE

Pasal 27 Ayat (3) berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan atau pencemaran nama baik.

Revisi UU ITE

Pasal 27 Ayat (3) berbunyi, "Setiap orang dengan sengaja menyerang kehormatan dan nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal untuk diketahui umum dalam bentuk informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang dilakukan melalui sistem elektronik.

Dapat dijelaskan,Pasal 27 ayat (3) dianggap masyarakat melanggar kebebasan berekspresi padahal sudah membantu HAM. Kebebasan berekspresi merupakah nilai dalam proses demokrasi yang menjamin orang dapat berdiskusi, bertukar, dan memperdebatkan ide akan tetapi kebebasan berekspresi tidak absolut yang mana bisa diatur agar tidak melanggar hak orang lain yang tujuannya untuk menjaga orang-orang yang tidak bersalah dari tuntutan pidana.

Revisi Undang-Undang ini sebenarnya akan sangat membantu dan menjadi keberuntungan bagi kita sebagai masyarakat yang aktif dalam menggunakan media elektronik khususnya agar lebih cermat dalam menyampaikan suatu informasi kepada orang lain sehingga tidak menganggu atau menyakiti orang lain. 

Tetapi, di sisi lain akan sangat merugikan atau kesialan bagi para pihak dan korban yang terkena dampak dari kejahatan pelaku yang melakukan tindak Pidana Informasi dan Transaksi Elektronik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun