Mohon tunggu...
Fasih Radiana
Fasih Radiana Mohon Tunggu... -

Kalimatku sederhana, hanya ingin berbagi cinta lewat sederet kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Rindu Hujan Masa Kecil

9 Desember 2012   23:09 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:56 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Siapa yang tidak merindukan dirinya di waktu lalu? Membuka lembaran-lembaran yang usang penuh dengan tawa lepas dari seorang anak kecil. Melihat dirinya bermain-main dengan hujan, menari di bawah guyuran hujan. Aku selalu suka dengan hujan. Ayah selalu mengajakku menunggu pelangi datang setelah hujan.

"Aaaaaa aaaaa! Aaaaaa!" aku berteriak-teriak saat Ayah menyiprati air hujan ke muka polosku.

Lalu Ibu menyiapkan teh hangat dan pisang goreng yang selalu ku makan dengan olesan madu. Kata Ibu, begitu cara Ibu makan pisang goreng di tanah kelahirannya, Sulawesi. Tadinya ku pikir rasanya akan aneh, tapi setelah Ibu menyuapiku, aku jadi ketagihan dan terus meminta digorengkan pisang setiap hujan turun. Jingga memang tak ada habisnya untuk diceritakan. Selalu menyelipkan tawa renyah seorang bocah.

Aku membuka lembar berikutnya, ada wajah lugu yang memamerkan deretan giginya yang rapi dengan dua pita di rambutnya. Memakai rok bewarna merah kesukaannya. Rok yang hanya ia gunakan di saat-saat tertentu saja. Katanya, kalau memakai baju harus urut dari yang paling jelek sampai yang paling bagus. Sampai akhirnya rok dengan pita-pita di bagian depan itu selalu tertindih baju-baju yang lain. Jadi lupa untuk dipakai. Aku tersenyum konyol, mengingat pikiran anak kecil memang sederhana.

Aku rindu hujan masa kecil, saat semua yang ku tertawakan hanya badut-badut yang memainkan bola-bola di tangannya. Saat yang ku tangisi hanya karena tidak dibelikan permen atau boneka. Saat semua yang lalu lalang di benak hanya sesuatu yang sederhana. Bukan hal-hal yang perlu menyeka air mata lebih dalam, atau luka yang ditorehkan dengan sengaja. Aku selalu suka hujan masa kecil, saat aku berlarian di bawahnya lalu beringsut kaget saat petir menyambar-nyambar. Bukan hujan yang merintik pelan dengan hujatan masa kini. Atau hujan dengan tiupan angin yang begitu kencang, membawa luka yang mengendap di sekujur tubuh, meliarkan air mata yang tak ada habisnya. Sebab kehidupan ternyata jauh lebih kejam ketika aku tahu banyak hal.

Itu alasan mengapa aku tidak mau menjadi besar. Aku hanya ingin melakoni kehidupan anak kecil yang begitu jujur. Bermain karena ingin, tersenyum karena ingin, tertawa karena  ingin....Saat semua terasa begitu mudah untuk dilangkahi. Saat yang ia tahu di dunia ini hanya ada orang-orang yang selalu menyayangi, bukan membenci.

Sebab terkadang yang paling membahagiakan memang ketika seseorang tidak tahu apa-apa.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun