Mohon tunggu...
Fasih Radiana
Fasih Radiana Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Kalimatku sederhana, hanya ingin berbagi cinta lewat sederet kata.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Catatan Kenangan di Bawah Purnama

28 Oktober 2013   04:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   05:57 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bintang Jatuh di Mataku Aku selalu suka dengan bulan merayap dari balik bukit yang samar-samar cahayanya terhalang dedaunan Aku mengkhidmatinya; suara angin yang mencuri sedikit kehangatan di wajahku Aku menikmatinya; semburat serbuk emas yang mengambang di atas awan Berlarian, serupa kau yang jatuh tepat di mataku Lalu di seberang mataku ada bintang yang mekar sendirian membelah separuh mega yang mulai petang Sepanjang jalan yang muaranya adalah purnama melambai-lambai di jariku katanya, bahagia itu begitu sederhana Sepanjang jalan yang muaranya adalah kamu mengayun-ayun pada lembayung aku tahu, jawabku dalam hening yang berisik, diam yang berbisik Sebab bulan mengikutiku, membuat bola mataku balik mengikutinya Sebab bintang memperhatikan gerak tubuhku, menyambutku tersipu Sebab kau menjagaku; melekati seluruhmu. 18 Oktober 2013, menjelang petang, menuju poktunggal beach Dan aku belum pernah melakukan hal-hal yang lebih gila dari ini. Belum pernah selepas ini, seperti merpati yang keluar dari sangkarnya. Yang sudah pensiun mengirimkan surat cinta orang-orang zaman dulu. Bawalah pergi cintaku, ajak kemana kau mau ... jadikan temanmu, temanmu paling kau cinta~ *nyanyi dulu* Pernah merasa pekatnya penat menampar-nampar wajahmu? Merasa apapun yang kaulakukan adalah kehampaan yang hakiki, pernah? Dan aku tak pernah menemui jawaban atas kekosongan di dadaku. Yang tak pernah bertemu belahannya, separuhnya ... hanya kesalahan-kesalahan atas nama cinta, hanya percikan api sementara lalu habis begitu saja di makan waktu. Apa mungkin kamu ... bisa? Ah, nggak yakin, coba yakinkan!

Ada Aku di Jejakmu Di jejakmu ada air gemericik yang berbisik menggelitik jemariku untuk menuliskan semuamu Di jejakmu aku mendengar nada irama gelombang yang buncah berkejaran gulung-gemulung berdesir mengurai derai dalam damai Di jejakmu ada suara-suara yang meronta membuat kakiku ikut mengembara menerjang beriak yang memecah karang lalu tenang tertuang di garis pantai aku terbuai. Di jejakmu aku melihat tebing-tebing dan angin yang membelai buih mengantar ombak-ombak yang mulai lelah berkejaran untuk pulang ke tepian Di jejakmu pula aku ... mengikis semua pedih, menghapus semua letih Dan di jejakmu aku membingkai pantai merekam segala keindahan tentang megahnya mega biru, langit dan laut berbaur satu padu tentang serbuk pasir putih yang kumainkan di jemari tentang cahaya kecil di ujung senja; menari-nari sendiri tentang melodi-melodi yang kuresapi pada sunyi tentang rembulan yang jadi penerang dini hari tentang malam yang menjadi saksi; ada cinta yang mulai menampakkan diri lalu pagi, dengan matahari kucipta puisi, 19 Oktober 2013

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun