Entah apa itu jati diri, entah apa yang dicari dari jati diri. Entah siapa dia, seperti apa sosoknya. Masa muda adalah masa yang paling mudah terombang-ambing. Bisa dibilang masa muda adalah yang paling kritis, kalau berhasil melewati masa kritis maka akan menemukan banyak kebahagiaan yang tak terduga. Tapi ternyata tak semudah menularkan gerak bibir saat menguap, tidak semudah menyusun abjad-abjad menjadi kalimat yang indah untuk dibaca. Dan siapa yang mau terluka lebih lama lagi? Aku salah satu yang tidak ingin menyesal nantinya, bukan yang ingin jatuh lebih dalam di kemudian hari. Ketahuilah, keputusan ini bukan yang mudah bahkan sekadar untuk ku yakini kebenarannya. Tapi siapa sangka, tanpa janji yang bermula lewat kata, ternyata aku sudah memasuki zona yang tadinya bukan suatu rencana. Mempelajari cinta Tuhan. "Memilih untuk sendiri bukan hal yang mudah untuk orang yang kerap bersandingan dengan cinta di sekitarnya." "Butuh proses dengan jangka waktu yang tidak singkat untuk melangkah baja, sendiri saja." Terkadang aku harus keras pada mereka yang menginginkan cinta dari seorang wanita. Sedikit saja aku membuka jalan, maka cinta tak akan pernah mau pulang. Bahkan terkadang harus mengorbankan sedikit keramahan hanya agar tidak terjadi kesalahpahaman. Kali ini aku hanya membuka pelukan untuk persahabatan dan sebanyak-banyaknya teman. Ada yang menghargai, ada pula yang mencaci. Ada yang menggunjing, ada pula yang memuji. "Bukan salahmu mencintaiku. Hanya aku saja yang sudah terlanjur tenang dengan kesendirianku." Mengapa? "Sebab orang yang kamu cintai sedang sibuk mencintai Tuhan-Nya." Klise! Katamu, siapapun itu pernah bilang bahwa mana ada yang benar-benar hanya butuh cinta Tuhan. Dan aku salah satu orangnya. Beberapa waktu lalu, seorang lelaki yang ku sebut adikku mengeluarkan keputusan untuk mengakhiri hubungannya dengan perempuan yang ia cintai. Sederhana, alasannya hanya karena dalam agamanya tidak diizinkan untuk "berpacaran."Â Klise, batinku. Apa benar-benar bisa menyadari bahwa menjalin hubungan yang belum halal baginya itu tidak diperbolehkan? Yakin bukan karena ada alasan lain? Beberapa waktu kemudian, seorang teman perempuan mengatakan hal serupa. Selalu berargumen menegaskan bahwa ia tidak akan berpacaran. Tahukah apa yang ada dalam benakku? Itu hanya alibi karena tidak ada satu pun orang yang kamu cintai balas mencintaimu. Sebab orang yang pernah menjadi pengisi hati pernah melukai. Aku terbahak dalam hati, mengutuk setiap orang yang yakin tidak ingin "berdua" sebelum waktunya. "Cinta, memang hanya menjadi rahasia Tuhan. Seperti kehidupan yang entah berakhir kapan, selagu detak jantungku yang entah berhenti pada detik ke berapa." Aku dibuat tidak sadar oleh Tuhan, bahwa ternyata sedang menjalani seperti apa yang orang-orang sebelum aku jalani. Memilih untuk sendiri. Ini bukan soal keangkuhan, hanya penjelasan. Aku beruntung yang termasuk mudah dicintai, mudah sekali mendapatkan perhatian dari cinta. Bahkan tanpa ku minta pun banyak cinta yang menghampiri, datang dan kembali lagi. Aku tidak pernah diizinkan oleh Tuhan untuk membenci, bahkan siapapun yang pernah mengingkari, yang pernah menghkianati. Tuhan selalu membenahi hati yang terkadang memilih untuk mati karena sakit merajai. Dan Tuhan selalu menuliskan rencana seperti mimpi, tidak mudah untuk ku pahami. "Terkadang Tuhan memang sengaja meletakkanmu pada rasa sepi agar kamu ingat bahwa hanya Tuhan yang selalu ada, memelukmu, mendekap kesendirianmu." "Bahagia memang selalu sederhana. Sesederhana jatuh cinta, dan ternyata cinta tak mesti jatuh pada siapa." "Sebab bahagia bukan karena siapa, tapi karena kamu dengan rasa syukurmu." Sebab memang hanya Allah yang patut kamu rindukan setiap waktu. Dan biarkan aku yang sedang ingin bangga pada hatiku. Ia berhasil memposisikan diri dengan teliti. Yang selalu berusaha merevisi diri untuk jauh lebih baik setiap hari meski tak satu pun yang peduli. Bahwa memang tak ada yang perlu diketahui, sebab siapapun juga hanya ingin tahu apa yang terjadi nanti, bukan proses menjalani. "Bukan salahmu mencintaiku. Aku hanya sudah terlanjur tenang dengan kesendirianku." "Ini sunyi yang tak menyematkan suasana sepi sebab Tuhan di sini. Ini kali pertama aku menyerahkan segala yang terjadi pada Tuhan. Segalanya." Begitu mudahnya Tuhan membuatku berbelok ke arah yang tak pernah sedikit pun terlintas untuk melewatinya. Siapa bilang aku tidak merasakan depresi? Kehidupan penuh cinta, kasih sayang, air mata, senyuman dari siapa saja, dari setiap mata dan hati yang rela mencintaiku tanpa balasan. Aku melepaskan semuanya. Semuanya. Begitu banyak keinginan untuk mencintai, memiliki, berbagi sekeping hati, dan tidak menikmati jingga sendiri. Dan aku memilih untuk pergi, berkaca pada kesendirian yang ternyata masih ditemani Tuhan. SMS, Chatting, Berdua, Menikmati cinta yang datang bertubi-tubi, bahkan menanggapi caci-maki. Semua itu pelan-pelan bukan lagi yang perlu ku perhitungkan. Biar apa kata mulut-mulut yang tidak bertanggung jawab, bukan juga yang perlu ku urusi. Aku tidak pernah setuju mencaci maki di balik punggung, menusuk diam-diam. Bagiku itu tindakan pengecut, tapi sekarang hal-hal semacam itu sudah menjadi urusan mereka sendiri. Bersedihlah karena aku tak kan menasihati lagi. Ada yang pernah bertanya mengapa, masih bertanya mengapa tidak memberi kesempatan untuk membuatku jatuh cinta. Maka ini jawabannya.
Sudah dipersiapkan JODOH TERBAIK untuk orang-orang yang baik pula. Sekadar ingin bertanya untuk siapapun yang sudah memilih untuk sendiri jauh sebelum hari ini, "Apa betul karena Tuhan?" Semoga alasan kita memang bukan karena cinta tak bertuan, bukan karena kesepian, bukan karena luka yang mendalam, bukan karena selain Tuhan. "Aku bersyukur selalu di kelilingi orang-orang yang memenuhi hatiku dengan cinta bahkan di saat aku sedang tidak ingin membicarakan cinta." "Biar Tuhan yang melingkarkan jemari pada cinta yang semestinya, pada saat Tuhan sudah merestui cinta itu terjadi." Salam, @fasihrdn http://fasihhradiana.blogspot.com/2012/12/mempelajari-cinta-tuhan.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H