Karena ternyata tersenyum tak selalu dilakukan karena sedang jatuh cinta. Dan jatuh cinta, tak mesti pada siapa.
Ini kali pertama, aku tersenyum dengan iringan bernada pilu. Bahwa Tuhan punya banyak cara membuatku tetap pada satu garis melengkung, yang tersenyum. Tanpa siapapun yang mampu membuatku merasa sedang dalam kisah cinta, Tuhan bahkan mampu membuatku seolah sedang di mabuk asmara.
Ini kali kedua aku sendiri dalam waktu yang lama, karena memilih bukan keahlianku. Dan memilih untuk tidak memilih menjadi pilihan paling benar saat ini. Ternyata dikenal belum tentu mengenal, atau harta tak membuat seseorang jadi kaya. Bahwa raut sempurna bukan jaminan bahagia dan dipuja manusia bukan alasan merasakan cinta yang serupa.
Kesekian kalinya, Tuhan memintaku untuk tak sekedar hidup dengan berbagai jenis luka. Tapi menghidupkan sekitaranku untuk saling merasa, menahan rasa, dan mengendalikannya dengan rasa. Tuhan mengajariku, bukan apa dan siapa tapi mengapa lalu bagaimana. Bukan mulia yang kuasa, tapi cinta menjadikannya bahagia.
Karena sempurna bukan berarti mencinta, bahwa cinta tak mesti sempurna.
@fasihrdn on twitter andMy Blog!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H