Mohon tunggu...
Fari Warman
Fari Warman Mohon Tunggu... profesional -

Fleksibel

Selanjutnya

Tutup

Politik

Prediksi Pengamat: Bapak Prabowo Melenggang ke Kursi Presiden Tanpa Rintangan (Menang Mutlak)

3 Juni 2014   13:15 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:46 14
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sekarang biarkan Pengamat berbicara melalui tulisan ini, berhentilah berkomentar, mohon untuk dilanjutkan membacanya.
Baiklah, saya akan memulai dengan Mayoritas jumlah penduduk kita adalah memiliki Mata, dalam arti kata mereka bisa melihat (secara fisik), di zaman sekarang ini, di era tahun 2014 orang-orang Indonesia tidak lagi mengemukakan uang, artinya politik uang tidak akan mempan terhadap masyarakat Indonesia th 2014 ini. Kenapa demikian???
Karena penduduk kita sekarang, berbeda di tahun 1998. Contoh kecil nya saja, th 1998 saya masih kelas 3 SMP (16 th), sementara tahun sekarang saya sudah Sarjana. Bahkan juga sudah ikut mengantar lebih kurang sekitar 150 orang jenjang Sarjana. Ini baru satu orang, jika kita hitung jumlah penduduk kita yang Sarjana sekarang, mungkin 10 kali lipat dari tahun 1998. Atau bahkan lebih, analoginya simple saja, jika satu propinsi di Indonesia memiliki 10 Universitas, atau Sekolah Tinggi. Masing-masing Universitas tersebut atau sekolah tinggi tersebut mewisuda 1000 orang satu periode, sementara setahun wisuda terdiri dari 2 periode. Silahkan dikalikan dengan jumlah propinsi, kira-kira sudah berapa orang yang sarjana. Untuk data pastinya silahkan googling data di BPPS.
So… politik adu domba, politik saling fitnah, saling hujat, dan saling-saling apalah namanya tidak akan mempengaruhi pilihan masyarakat Indonesia yang sekarang. Orang pintar tentu saja mengerti dan faham sosok seorang Presiden yang akan dia pilih nanti, jika pengamat berbicara maka pilihan akan jatuh kepada sosok seorang Prabowo Subianto. Pemilu sekarang berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, jika di Pemilu sebelumnya di ikuti oleh beberapa orang Jenderal Militer. Sementara di Pemilu 2014 hanya di ikuti oleh seorang Jenderal Militer, mau tidak mau, suka tidak suka, masyarakat yang wong ndeso sekalipun akan bertanya kepada tetangganya. Dengan pertanyaan, siapa yang militer pak/buk???? Sudah pasti jawabannya adalah Pak Prabowo. (Ok!!! Klop 1).
Yang ke-2, dari segi tampang. Pengamat berbicara berdasarkan survei langsung kelapangan, baik dari pihak keluarga, tetangga, kerumunan di pasar, di kebun, ditempat kerja, di jalanan semua mayoritas akan memilih Pak Prabowo. Kenapa demikian??? Menurut kalimat pada paragaraf pertama tadi, masyarakat memiliki “MATA”, cam kan itu. Ok!!!
Jadi, mata masyarakat tentu tau siapa yang pantas duduk di kursi Presiden RI. Menurut penilaian mata yang jujur, biasa nya akan condong kekapada yang gagah. Ibarat pepatah Minangkabau: Mato condong ka nan rancak, salero condong ka nan lamak. Artinya mata seseorang biasanya akan cenderung melihat kea rah yang gagah, cantik, tampan, elok, rupawan, dll. Dan selera seseorang biasanya juga akan cenderung kepada yang enak. Jika ada sebaliknya, maka perlu lah diperiksa ke dokter mata orang tersebut.
(Ok!!! Klop yang ke-2)
Kita lanjut kepada yang ke-3, Seperti kata Mario Teguh, Intonasi percakapan seorang pria akan memperlihatkan bagaimana kepribadian seorang itu. Dan juga akan menunjukkan kejantanan seseorang itu. Dari intonasi suara, masyarakat juga tidak tuli mendengar suara masing-masing calon presiden. Intonasi seseorang biasanya dalam berbicara bermacam-macam, ada yang tegas, ada yang sangar, keras, lembut, parau, bahkan kemayu. Yang kemayu inilah yang disebut masyarakat menjadi banci.
Dan banyak juga orang-orang yang berbicara terkadang sering tidak nyambung, silahkan saja buktikan. Dalam pergaualan sehari-hari mungkin kita akan menemukan orang tersebut secara tidak sengaja. Ini adalah cerminan masyarakat yang majemuk, jadi jika anda merasa pintar orang-orang yang tidak nyambung seperti ini lebih baik dihindari. Istilah dokternya mencegah lebih baik dari pada mengobati, betul gak??? Betul kan??? So pasti lebih baik menghindari keributan, sebelum terjadi konflik. Jangan malu dibilang takut, karena tidak ada gunanya melayani orang-orang yang tidak nyambung. Alias tidak masuk kebanaran.

Masih pembahasan masalah no.3 tadi, percakapan. Masyarakat sudah pintar menilai siapa calon presiden yang mantap dalam berpidato, dalam aturan berpidato sistematika nya adalah sebagai berikut:
1. Salam berupa penghormatan
2. Pembukaan
3. Ucapan Terimakasih
4. Kata sambutan
5. Penutup

Itu aturan resmi pidato dalam Bahasa Indonesia, kalau saya tidak salah. Tapi kalau saya salah diralat aja, karena saya bukan pengamat bahasa. Hehehehe…

Yang tidak mengikuti sistematika tersebut masyarakat akan berpendapat bahwa yang berpidato tersebut bukan seorang pejabat, melainkan orang pasar. (Ok!! Klop no.3)

Yang ke-4, yaitu mengenai kedisiplinan. Orang yang disiplin di Indonesia yang ada dalam pikiran masyarakat hanya ada pada sosok Militer, karena dimiliter istilah nya 2x2=4. Bukan 10, 8, 16, dll sebagainya. Artinya tidak berbelit-belit jika diminta menjelaskan sesuatu.
(Ok!! Masalah no.4 klop).

Dengan demikian Pengamat berkesimpulan, semua masyarakat Indonesia yang pintar dan cerdas pasti akan menjatuhkan pilihannya kepada seorang sosok Militer, karena di negeri kita tradisi Kepemimpinan Negara tetap di pegang oleh Militer, meskipun sipil pernah memerintah di Negara kita ini. Sejak era presiden BJ. Habibie yang hanya setahun, kemudian lanjut ke Presiden Gusdur yang juga hanya setahun, kemudian lanjut ke Buk Mega yang menggantikan sisa masa kepemimpinan Gusdur. Itu pun pemerintahan Buk Mega belum bias di acungi jempol, ini menurut pengamat dari akademisi. Jadi kesimpulan dari pengamat adalah “Dimasa-masa transisi seperti sekarang ini, bahwa sipil belum layak untuk menjadi Presiden di Indonesia”, kecuali nati Negara Indonesia telah menuju Masyarakat yang Madani.

Sekian dari saya, jika benar itu adalah ilmu saya, dan jika salah berarti itu merupakan kesalahan saya, jadi mohon dimaafkan. Makasiih...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun