Mohon tunggu...
Faruq Abdul Quddus
Faruq Abdul Quddus Mohon Tunggu... Penulis - Direktur Fata Institute

Seorang Content Writer, Praktisi Dakwah Digital, Penggiat Studi Islam, Filsafat dan Bahasa. Suka Nulis, Ngoleksi Buku dan Traveling.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Titik Temu Filsafat Stoikisme dengan Konsep Tasawuf dalam Islam

3 Agustus 2023   05:31 Diperbarui: 3 Agustus 2023   05:51 1349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Titik Temu Filsafat Stoikisme dengan Ajaran Tasawuf Islam

Filsafat Stoikisme dan ajaran tasawuf Islam adalah dua tradisi pemikiran yang tumbuh pada budaya dan masa yang berbeda, namun keduanya memiliki beberapa titik temu dan persamaan yang menarik. Meskipun berasal dari tradisi yang berbeda, Stoikisme dan tasawuf memiliki fokus yang sama dalam mencari kebijaksanaan, ketenangan batin, dan mencapai kebahagiaan yang mendalam melalui transformasi diri.

Salah satu persamaan yang mencolok antara Stoikisme dan tasawuf adalah porsi besar dari fokus mereka pada pencarian kebijaksanaan dan keseimbangan emosional. Stoikisme, yang berakar dari Yunani kuno, menekankan pentingnya bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi hidup dan mengembangkan ketenangan batin. 

Seneca, seorang filsuf Stoik terkenal, mengatakan bahwa "bijaksana adalah sahabat yang paling setia, tidak akan pernah meninggalkan kita." Begitu pula dalam ajaran tasawuf Islam, pencarian kebijaksanaan dan ketenangan batin sangat dihargai. Tasawuf menekankan pentingnya mencari Allah dan menemukan kedamaian melalui introspeksi diri, refleksi, dan penarikan diri dari kekacauan dunia.

Sifat kunci dari filsafat Stoikisme adalah mengendalikan emosi dan keinginan duniawi. Para Stoik berargumen bahwa kita tidak dapat mengendalikan segala hal di luar diri kita, tetapi kita dapat mengendalikan bagaimana kita meresponsnya. Kontrol diri adalah hal yang sama pentingnya dalam tasawuf. 

Penganut tasawuf mencari kendali atas emosi dan keinginan duniawi agar dapat mendekatkan diri pada Tuhan dan mencapai kesatuan batin. Ini mencakup mengatasi hawa nafsu dan mengendalikan keinginan duniawi.

Kedua tradisi ini juga menekankan pentingnya renungan dan meditasi sebagai cara untuk mengenali diri sendiri dan menghubungkan diri dengan keberadaan yang lebih besar. 

Para Stoikisme berpendapat bahwa melalui refleksi dan renungan, seseorang dapat memahami asal-usul dan tujuan hidup, dan akhirnya menemukan ketenangan dalam situasi yang penuh tantangan. 

Hal yang sama juga diungkapkan dalam tasawuf, di mana penganutnya menggunakan meditasi dan dzikir untuk menghadirkan Tuhan dalam pikiran mereka dan mencapai pengalaman mistik yang mendalam.

Baik Stoikisme maupun tasawuf mengajarkan pentingnya kerendahan hati dan kegembiraan dalam kesederhanaan. Para Stoik meyakini bahwa mencari kenikmatan dan harta benda tidak akan membawa kebahagiaan yang sejati, tetapi kebahagiaan itu terletak pada menerima apa yang sudah ada dan tidak mencari hal-hal yang tidak dapat kita kendalikan. Begitu juga dalam tasawuf, kehidupan sederhana dan kerendahan hati dianggap sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan dan kedekatan dengan Tuhan.

Kedua konsep ajaran ini juga mengajarkan kita untuk menghargai keindahan alam dan menerima ketidakpastian kehidupan. Stoikisme mengajarkan pentingnya menerima keadaan hidup apa adanya dan mengalir bersama dengan perubahan yang tak terelakkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun